JAGAMELANESIA.COM – Penertiban tambang emas ilegal di tiga lokasi di Manokwari oleh Polda Papua Barat beberapa waktu lalu menuai reaksi dari masyarakat pemilik ulayat tambang rakyat di Kampung Muara Wariori, Manokwari.
Pemilik ulayat pertambangan rakyat bersama kepala suku Muara Wariori menyatakan sikap untuk menjaga aktivitas pertambangan itu tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya seperti mercury. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pemuda Adat Papua Wilayah III Doberai Septi Meidogda.
“Mereka sudah rapat bersama dan bersepakat untuk tidak menggunakan bahan kimia berbahaya,” kata Septi, dikutip dari Tribun Papua Barat, Kamis (25/5/2023).
Septi menambahkan bahwa kesepakatan dam komitmen itu termuat dalam surat yang juga telah diserahkan kepada pihak berwenang. Selain itu, Septi bersama masyarakat juga telah melakukan penyisiran untuk memastikan tidak ada lagi penggunaan bahan kimia mercury.
“Kami juga sudah buat baliho atau spanduk besar terkait imbauan untuk tidak gunakan mercury,” katanya lagi.
Mulanya, Polda Papua Barat menyebutkan bahwa penertiban itu dilakukan lantaran pihak Kepolisian menerima aduan warga setempat yang mengeluh lantaran aktivitas tambang mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Kemudian, saat penertiban dilakukan, aparat juga menemukan bahan mercury yang cukup berbahaya karena dapat mencemari air dan tanah, mengancam kehidupan satwa liar, serta berdampak negatif pada kesehatan manusia.
Dalam kesempatan yang sama, melalui kesepakatan yang sudah disampaikan, Septi meminta agar pemda dan aparat keamanan menghargai pemilik ulayat. Pihaknya menyampaikan apabila penyisiran masih dilakukan maka pemilik ulayat meminta agar pemerintah dan aparat keamanan membiayai kehidupan mereka setiap bulannya.
“Jadi tolong, hargai pemilik ulayat. Kami sudah sepakat tidak gunakan bahan kimia berbahaya,” ujarnya.
Sementara itu, di Papua Barat Daya, Pemerintah Kabupaten Tambrauw menyatakan dengan tegas komitmennya untuk menolak segala bentuk izin investasi di bidang pertambangan. Komitmen itu ditegakkan dalam rangka menjaga dan melestarikan hutan konservasi dengan luas wilayah sekitar 1,1 juta hektare di wilayah Tambrauw, terlebih sejak 2009 Tambrauw telah dicanangkan sebagai kabupaten konservasi.
Penjabat Bupati Tambrauw Engelbertus Kocu mengatakan 80 persen hutan Tambrauw merupakan hutan yang memiliki fungsi konservasi dan lindung. Menurutnya, masuknya investor tambang masuk akan merusak hutan dan cagar alam yang telah masuk di dalam kawasan konservasi tersebut.
“Jadi, bukan hanya tambang yang kita tolak, tetapi perusahaan sawit pun waktu itu mau masuk juga kami tolak,” sebutnya, dikutip Senin (29/5/2023).
Selain itu, banyak potensi alam di dalam kawasan hutan konservasi yang dapat dikembangkan. Ia menambahkan, keberadaan tambang juga dikhawatirkan akan berdampak bencana bagi masyarakat dan lingkungan sekitar seperti terjadinya erosi dan banjir. Hal ini tentu menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil keputusan dan kebijakan untuk kemajuan Tambrauw.
Kocu menerangkan Pasal 46 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam menyatakan tujuan mulia untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari.
“Regulasi ini mau menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencapai hasil maksimal dari dampak konservasi itu sendiri,” ungkap Kocu. (UWR)