SORONG, JAGAMELANESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan evaluasi tata kelola pemerintahan daerah di wilayah Provinsi Papua Barat Daya (PBD).
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi Supervisi (Korsup) KPK, Dian Patria mengatakan, hasil evaluasi menunjukkan capaian yang masih rendah. KPK menyebut mendapatkan data terkait sejumlah permasalahan yang terjadi di Papua Barat Daya. Diantaranya berupa praktik jual beli jabatan hingga benturan kepentingan.
“Publik menilai masih adanya praktik benturan kepentingan, jual beli jabatan, trading influence, dan pengaturan dalam pengadaan barang dan jasa dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah,” kata Dian Patria, dikutip Selasa (23/5/2023).
Hal ini dibahas dalam rapat koordinasi pencegahan korupsi bersama Penjabat Gubernur PBD bertempat di Kantor Gubernur Papua Barat Daya (PBD). Selain itu, KPK juga menerima berbagai macam aduan, diantaranya mengenai sulitnya poses perizinan sektor perikanan khususnya untuk nelayan kecil, hingga kualitas jalan yang buruk di wilayah provinsi terbaru Indonesia tersebut.
Dalam kesempatan itu, dirinya menerangkan bahwa tata kelola pemerintahan daerah pada area strategis di enam kabupaten/kota di PBD memiliki nilai Monitoring Centre for Prevention (MCP) sebesar 28 persen, berada jauh di bawah rata-rata nasional yang telah mencapai 76 persen.
“Upaya ini sebagai ikhtiar bersama untuk mendorong kemandirian fiskal, mengoptimalkan fungsi aparatur, memperbaiki layanan publik, dan mengefisienkan APBD untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” jelas Dian.
Dian berharap, sebagai mitra pemerintah daerah, kehadiran KPK dapat mendukung pembangunan kelola pemerintahan yang baik di wilayah PBD sehingga dapat memitigasi adanya korupsi. Dengan begitu, diharapkan tata kelola pemerintahan PBD semakin rapi dan bersih sebagaimana untuk mewujudkan clean dan good governance.
Dian lantas membeberkan sejumlah persoalan yang kerapkali terjadi di daerah seperti Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), ditemukan adanya indikasi markup, proyek fiktif, kickback, suap, pengaturan tender, benturan kepentingan, dan gratifikasi. Hal ini yang menurutnya mengakibatkan banyak proyek mangkrak dan kualitas proyek yang tidak sesuai spesifikasinya.
“Terkait kepatuhan, data KPK juga menunjukkan sebagian besar pejabat eksekutif dan legislatif yang ada di wilayah kabupaten/kota PBD belum melaporkan LHKPN,” kata Dian menambahkan. (UWR)