MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Dr. Ir. Abra Saleng, SH., MH menyampaikan bahwa Papua termasuk daerah yang memiliki produk hukum yang memberikan jaminan bagi orang asli Papua. Namun investasi Sumber Daya Alam (SDA) di Papua tak banyak berpihak kepada masyarakat asli Papua, terutama para pemilik hak ulayat.
Menurutnya, situasi ini harus segera dirubah sebagaimana sebagaimana amanat undang-undang nomor 21 Tahun 2021 tentang Otsus Papua yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
“Artinya di Papua ini ada afirmasi khusus atau dalam bahasa kasarnya keberpihakan kepada masyarakat asli Papua. Pemerintah atau negara memberikan keberpihakan ini untuk membangun Papua agar setara dengan daerah lain di Indonesia. Oleh karena itu, Otsus harus menjadi momentum yang memberikan peluang untuk kesejahteraan masyarakat asli Papua,” pesan Prof Abra, Rabu (24/8/2022).
Dalam kesempatan itu, Prof Abra menerangkan bahwa kebijakan Otsus hadir di Papua juga untuk memberdayakan masyarakat hukum adat. Menurutnya, di dalam asas hukum sumber daya alam menyatakan bahwa pengelolaan SDA harus memberikan kebahagian bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat yang dekat dengan lokasi produksi SDA tersebut dan mereka yang tinggal jauh dari SDA.
“Misalnya saja di Teluk Bintuni ada LNG Tangguh. Pertanyaannya, apakah suku Sumuri dan suku Papua lainnya di Teluk Bintuni sudah sejahtera karena SDA mereka?” tanya Prof Abra.
Ia menjelaskan, keberadaan SDA yang dikelola investor sudah seharusnya memberdayakan masyarakat adat setempat dan bukan sebaliknya justru mengabaikan sehingga masyarakat hanya mendapat buangan dari pengelolaan SDA tersebut.
Lebih lanjut, Guru besar hukum Unhas ini memberikan saran kepada seluruh mahasiswa/i STIH Manokwari untuk tetap belajar dan serius mendalami ilmu hukum. Lulusan STIH ini ke depan diharapkan menjadi garda terdepan untuk merubah sistem yang merugikan tanah Papua, terutama investasi SDA yang merugikan masyarakat adat Papua. (WRP)