WAMENA, JAGAMELANESIA.COM – Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo Menyampaikan Keprihatinan Kemanusiaan di Myanmar Tetapi Mengabaikan Operasi Militer Dan Pelanggaran Berat Ham Di Papua. Presiden Republik Indonesia, mendorong penyelesaian konflik kemanusiaan di Negara Myanmar, tetapi dalam Rumah Tangganya sendiri tidak beres.
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM sedunia) Theo Hesegem memberikan aspresiasi yang tinggi Kepada Presiden Republik Indonesia, yang mana telah menyampaikan sikap keperihatinannya terhadap konflik Kekerasan di Myanmar.
Memang itulah sikap seorang Kepala Negara, yang memang harus mendorong dan mendesak kepada Dunia Internasional, sehingga melalui desakan yang dimaksud, agar dapat mengakhiri kekerasan di Negara Myanmar, desakan ini agar supaya pemerintah setempat mencari solusi perdamaian untuk mengakhiri konflik kekerasan yang sedang berlangsung di Negara tersebut. Oleh sebab itu sebagai Kepala Negara menyeruhkan dan menyampaikan sikap resmi mewakili Masyarakat Indonesia.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Pembela HAM Sedunia Theo Hesegem, apa yang disampaikan oleh Kepala Negara terkait konflik di Myanmar wajar-wajar saja dan itu hal yang biasa bukan hal luar biasa, memang sebagai Kepala Negara harus sampaikan keperihatinan itu. Tetapi menurut saya sikap yang dimaksud tidak didukung dengan kondisi di negaranya sendiri.
DUKUNGAN KEPALA NEGARA TERHADAP KONFLIK DI MYANMAR DAPAT MENGECEWAKAN ORANG ASLI PAPUA
Pernyatan dukungan Kepala Negara Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo, terhadap konflik di Myanmar, menyakiti dan mengecewakan Masyarakat Orang Asli Papua, yang sedang mengalami krisis kemanusiaan, dari dampak konflik kekerasan yang sedang berlangsung antara TNI/POLRI dan Organisasi Papua Merdeka di Kabupaten Nduga, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Puncak Provinsi Papua di Indonesia.
Konflik kekerasan yang terjadi hanya bukan Myanmar saja, konflik yang sama juga sedang terjadi di tanah Papua, oleh karena itu seorang kepala Negara tidak melihat dari kaca mata yang miring. Sedangkan di negara sendiri konflik kekerasan sedang berlangsung dan masyarakat sipil sebagai warga negara sedang mengalami tindakan kekerasan lalu apa artinya bicara untuk negara lain
Sedangkan kita ketahui bahwa korban kekerasan meningkat tinggi, bagaimana kepala Negara tidak bicara krisis Kemanusiaan yang dialami rayatnya sendiri atau konflik kekerasan yang terjadi di negaranya sendiri ? lalu bicara untuk negara orang lain ?
Menurut saya sebagai kepala negara seharusya melihat persoalan secara menyeluruh terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Dalam Negeri maupun di Luar Negeri, tidak harus melihat dari sebela mata saja
Setelah saya mendengar desakan yang disampaikan Kepala Negara terkait Konflik di Myanmar, dirinya sebagai seorang Pembelah HAM sangat menghargai dan desakan itu dan sangat luar biasa sikap seorang presiden. Namun saya juga menyesal sebagai Kepala Negara tidak pernah mencari Solusi dan Format terkait penyelesaian konflik Bersenjata yang sedang berlangsung di tanah Papua.
Tanpa mencari solusi, Presiden selalu saja mengirim pasukan Non Organik TNI/POLRI untuk melakulan Operasi di Tanah Papua, Lalu menyampaikan sikap dukungan dan keperihatinan untuk mengakhiri penyelesaian Konflik di Myanmar apakah itu sikap kepala Negara yang jujur dan adil ? Sebagai kepala negara.
Menurut Pembela HAM terkemuka pegunungan tengah Theo Hesegem, sebagai Kepala Negara harus bijak melihat persoalan yang terjadi di dalam negeri dan juga persoalan yang terjadi di luar negeri tidak harus melihat dari pandangan sebela mata
Pantauan saya selama ini Presiden RI tidak npernah bicara penyelesaian konflik bersenjata yang sedang terjadi di tanah Papua, tetapi perintahkan aparat militer dan Polri untuk melancarkan operasi militer di tanah Papua. Kalau demikian orang asli Papua yang meninggal bukan manusia dan mereka dianggap binatang ? Sehingga Presiden hanya omong dan bicara untuk dunia lain ?
DESAKAN 83 NEGARA TERHADAP KOMISI TINGGI HAK ASASI MANUSIA PBB UNTUK MELAKUKAN KUNJUNGAN DI PAPUA BARAT.
Menurut pandangan 83 Negara di Internasional, masalah pelangaran Hak Asasi Manusia di Papua adalah masalah serius yang harus diselesaikan, sehingga beberapa Negara mendesak Komisi tinggi Ham PBB untuk melakukan kunjungan perjalanan ke Papua Barat.
Desakan dan keperihatinan ini bersifatnya sama dengan desakan dan keperihatinan yang disampaikan Presiden Rebuplik Indonesia, terkait Konflik di Myanmar, oleh karena itu Presiden Sebagai Kepala Negara juga harus terbuka menyampaikan kesediaan atas desakan 83 negara kepada Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melakukan kunjungan ke Papua Barat.
Kalau memang menurut Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo, merasa di Indonesia dan Papua tidak ada masalah mengundang saja kepada Komisi Tinggi Ham PBB untuk melakukan pemantauan situasi HAK ASASI MANUSIA di Tanah Papua.
Saya harap bapak Presiden dan jajarannya coba buka diri dan ruang, agar dari Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia di PBB dapat melakukan kunjungan ke Papua. Sehingga dapat membuktikan desakan 83 Negara terkait ISU PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA di Papua. Apa artinya Kepala Negara tidak mengijinkan Komisi Tinggi HAM PBB masuk ke Papua, lalu hanya menunjukan sikap terkait konflik kekerasan di Myanmar ?
Direktur Yayasan Keadilan Dan Keutuhan Masyarakat Papua Theo Hesegem meminta kepada Presiden untuk melihat konflik kekerasan secara menyeluruh dan lebih Khusus kekerasan yang terjadi di Negaranya sendiri. Menurut saya seorang Kepala Negara yang tidak perhatikan rayatnya yang sedang menderita dan biarkan lalu bicara untuk orang lain, pasti rayatnya sendiri tidak akan senang terhadap sikap seorang pemimpin.
MENYAMPAIKAN KEPRIHATINAN KONFLIK DI NEGARA LAIN, KARENA PAPUA DIANGGAP AMAN.
Menurut Presiden Republik Indonesia, tidak perlu bicara konflik di Papua, karena sudah mengirim Pasukan Non Organik, berarti masalah Papua dianggap sudah selesai.
Menurut saya apakah konflik kekerasan dapat selesaikan dengan pendekatan Militer ? Saya yakin tidak justru akan memakan banyak korban jiwa.Karena pendekatan bukan dengan pendekatan dialogis tetapi pendkatan kekerasan.
Selama ini, Presiden selalu mengandalkan dan menghadirkan kekuatan militer di Tanah Papua, untuk melakukan operasi penegakan hukum, namun kita ketahui bahwa operasi penegakan hukum telah gagal. Apakah seorang presiden tidak punya cara lain, untuk mengakhiri kekerasan yang pada akhirnya memakan korban jiwa itu ? Atau memang Presiden harus kirim Pasukan terus menerus ke Papua Barat.
Tulisan ini disampaikan oleh Theo Hesegem, Direktur Eksekutif, Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM sedunia) di Wamena (21/3/2021).