JAGAMELANESIA.COM – Penjabat (Pj) Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw diberitakan akan mengeluarkan visi dan misi sebagai pedoman bagi OPD dan Kepala Daerah di lingkup Provinsi Papua Barat. Paulus Waterpauw pun berencana mengundang para kepala daerah untuk mendiskusikan berbagai persoalan di wilayah masing-masing termasuk apa yang menjadi visi dan misi Gubernur ke depan.
Menanggapi hal ini, Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma SH., Mhum., menyampaikan pandangannya. Filep menekankan perlu adanya klarifikasi secara jernih terkait visi-misi Penjabat Gubernur tersebut.
“Saya kira terminologi visi-misi ini harus clear dulu. Publik pasti bertanya, Penjabat Gubernur kok bikin visi misi sendiri? Visi misi yang bagaimana?” tanya Filep di ruang kerjanya.
Anggota DPD RI ini merasa perlu menjelaskan dan mengingatkan publik bahwa seorang Penjabat Gubernur harus ingat dan patuh pada larangan kewenangan tertentu. Terlebih sejauh ini belum ada regulasi khusus dan terperinci terkait apa saja kewenangan Penjabat Kepala Daerah.
“Memang benar bahwa tugas Penjabat Gubernur mengikuti konstruksi Pasal 9 ayat (1) Permendagri Nomor 1 Tahun 2018. Poinnya ialah memfasilitasi program-program dalam rangka persiapan pemilu kepala daerah selanjutnya. Namun Penjabat Gubernur harus ingat bahwa ada sejumlah larangan kewenangan,” ujar Filep yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua I Komite I DPD RI.
“Salah satunya terdapat dalam Pasal 132A PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Di situ ditegaskan bahwa Penjabat Gubernur dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya”, sambungnya.
Filep menjelaskan bahwa larangan ini secara eksplisit mewajibkan Penjabat Gubernur untuk melanjutkan program dari pemerintahan sebelumnya.
“Jadi, jangan sampai pemahaman publik menjadi salah kaprah dengan berpikir bahwa visi-misi Penjabat Gubernur merupakan visi-misi pembangunan yang baru. Ini yang harus disampaikan kepada publik dan sekaligus menjadi rambu bagi Penjabat Gubernur”, jelasnya.
“Tentu saja kita mengapresiasi apa yang dilakukan Penjabat Gubernur, dalam hal diskusi dan konsolidasi dengan para bupati. Namun sekali lagi, patokannya tetap dalam koridor peraturan perundang-undangan. Wilayah politik jangan sampai mencederai wilayah hukum”, pesan Filep.
Adapun ke-empat kewenangan yang dibatasi tersebut yakni; (1) Dilarang melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN); (2) dilarang membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya.
Selanjutnya, (3) dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya dan (4) dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Akan tetapi larangan-larangan tersebut dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Oleh sebab itu, Filep menekankan apa urgensi Penjabat Gubernur untuk membuat visi-misi baru. Padahal ia dilarang untuk membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Berkaitan dengan hal ini, Filep menyarankan agar Kemendagri membuat aturan operasional sehingga publik memahami tupoksi Penjabat Gubernur.
“Menurut saya, Kemendagri harus membuat terobosan dengan menerbitkan petunjuk teknis pelaksanaan tugas dan wewenang Penjabat Kepala Daerah. Ini demi kepastian hukum yang jauh lebih penting dari sekadar pertarungan politik. Kita harus ingat bahwa dokumen hasil Musrembang yang sudah disepakati Pemerintah dan DPRP menjadi dokumen resmi dan acuan bagi pelaksanaan pembangunan dan keberlanjutan program sebelumnya. Kalau tidak ada juknis tugas dan wewenang Penjabat Kepala Daerah, bisa saja hasil Musrembang dikesampingkan”, tegas Filep.
Lebih lanjut, Filep juga mengingatkan agar publik turut mengawasi kinerja Penjabat Gubernur supaya tidak dipandang sebagai sebuah tabungan kampanye politik.