MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM- Kepala Bidang Penataan dan Penegakan Hukum Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Daniel Leonard Haumahu mengakui bahwa kerusakan lingkungan di wilayah Papua Barat semakin banyak.
Untuk dapat mencegah terjadi kerusakan lingkungan hidup akibat ulah oknum pengusaha di daerah Papua Barat ini, maka instansi teknis Dinas Lingkungan Hidup Papua Barat dapat memaksimalkan pengawasan. Namun, karena dana pengawasan yang tidak tersedia, sehingga menyebabkan pihaknya tidak rutin melakukan pengawasan secara luas ke kabupaten, kota di Papua Barat.
Leonard mengaku bahwa selama kurang lebih 2 tahun ini dipengaruhi dengan refocusing anggaran akibat wabah pandemi covid-19 menyebabkan Dinas Lingkungan Hidup Papua Barat tidak melakukan aktivitas pengawasan kerusakan lingkungan di Provinsi Papua Barat.
Pengawasan kerusakan lingkungan pada tahun sebelumnya sudah dilaksanakan sebelum terjadi pandemi covid-19 berjalan rutin. Bahkan 2 tahun belakangan saat terjadi covid-19 sejumlah kerusakan lingkungan sudah mereka ketahui, misalnya kerusakan lingkungan di Sorong akibat galian C.
Lebih lanjut, tegas Leonard bahwa salah satu perbedaan dalam hal pengawasan lingkungan antara DLH dan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sudah berada di setiap provinsi, misalnya Gakkum di KLH di wilayah Papua Barat memiliki pos anggaran yang sudah terencana untuk melakukan pengawasan dan penindakan hukum langsung ke pengadilan.
Di samping itu status pegawai Gakkum mereka adalah fungsional dan di back up dengan anggaran untuk melakukan pengawasan dan ketaatan dalam komitmen terhadap lingkungan hidup.
“Artinya bahwa ada perbedaan dalam pengawasan yang dilakukan oleh DLH Papua Barat dan Gakkum KLHK di wilayah ini. Kalau Gakkum KLHK lebih cepat memproses setiap temuan pelanggaran lingkungan ke pengadilan, sedangkan DLH Papua Barat sendiri terkendala anggaran” ungkap Leonard kepada Jagamelanesia.com, Senin (22/11).
Secara khusus bagi DLH Papua Barat, kata Leonard bahwa DLH kabupaten, kota dan DLH Papua Barat hanya menerima pengaduan masyarakat tentang kerusakan lingkungan. Adapun beberapa pelanggaran kerusakan lingkungan yang diterima berdasarkan pengaduan masyarakat, misalnya di Sorong tentang galian C yang dilakukan pihak pengusaha hingga masuk sampai ke hutan lindung dapat ke Gakkum KLHK.
Hal itu sudah diketahui pula oleh Gakkum dan menurutnya pihak Gakkum KLHK sudah turun melakukan survei lokasi dan ditemukan pelanggaran kerusakan lingkungan sampai ke Kawasan hutan lindung setempat.
Sementara pengaduan lain yang masuk ke DLH Papua Barat, kata dia terkait pencemaran atau kasus adanya aroma tak sedap yang membuat keresahan warga sekitar lingkungan PT. Medco di Sidey, kabupaten Manokwari.
Di samping itu ada pengaduan lain dari masyarakat adat kabupaten Teluk Wondama terkait Galian C dengan pembangunan strong screiser.
Misalnya kerusakan lingkungan galian C di Teluk Wondama membuat tim investigasi lingkungan hidup turun ke lapangan di Kabupaten Teluk Wondama berdasarkan pengaduan masyarakat adat setempat dan ternyata mengetahui bahwa hanya ada salah satu dari tiga pengusaha disana yang memiliki kelengkapan dokumen lingkungan hidup.
“Jadi kalau ada pengaduan dari masyarakat barulah kita bisa tahu persoalan kerusakan lingkungan itu sendiri. Semenjak saya menjabat sudah kami terima kasus kerusakan lingkungan, misalnya galian C di Sorong, kabupaten Wondama dan Sidey Manokwari dan Manokwari Selatan” tambah Leonard. (WRP)