JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 42 Organisasi dan 11 individu yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia (HAM), Demokrasi, Lingkungan, Anti-Korupsi, Perburuhan, Kebudayaan dan sektor lainnya menyampaikan pengaduan kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo selama gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Pengaduan ini merupakan tindak lanjut dari dua somasi yang telah dilayangkan sebelumnya kepada Presiden Joko Widodo pada 9 Februari dan 7 Maret 2024 lalu. Sayangnya, kedua somasi yang mendesak agar Presiden memulihkan situasi demokrasi tersebut sama sekali tidak mendapatkan respon dari istana.
“Selama proses Pemilu 2024 lalu, kami menilai bahwa penyimpangan, pelanggaran, kecurangan hingga keculasan terjadi secara terang-terangan demi memenangkan Calon Presiden tertentu. Dalam laporan ini, kami menganggap Presiden telah melakukan tindakan maladministrasi berupa Deceitful practice, yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik yang mana masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya untuk kepentingan birokrat. Hal tersebut salah satunya terlihat dari pernyataan seorang presiden hingga para menteri ‘boleh kampanye, boleh memihak’ selama gelaran Pemilihan Umum pada 24 Januari 2024. Setelah pernyataan tersebut ramai dipermasalahkan, Presiden bahkan masih menggelar Konferensi Pers di Istana dengan menjelaskan Pasal 299 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki hak untuk berkampanye. Padahal ketentuan pasal tersebut seharusnya dapat dilihat secara utuh,” dikutip dari Siaran Pers KontraS, Rabu (3/4/2024).
Selain itu, koalisi menyampaikan bahwa ketentuan yang mengharuskan agar Presiden cuti selama masa kampanye pun tidak diikuti. Presiden selama masa kampanye tidak pernah mengumumkan kepada publik bahwa dirinya sedang dalam masa cuti.
“Walaupun tidak pernah secara eksplisit menyatakan dukungannya terhadap salah satu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, akan tetapi tindak tanduknya menunjukan dukungan yang sangat masif terhadap Pasangan Calon Presiden – Wakil Presiden No. urut 02 dibuktikan dari pertemuan yang dilakukan kepada Pimpinan Partai Pengusung Pasangan Calon Presiden – Wakil Presiden No. urut 02 saja (Partai Golongan Karya dan Partai Amanat Nasional). Puncaknya yakni ketika aktivitas makan malam berdua dengan salah satu kandidat Capres, Prabowo Subianto di sebuah restoran di Jakarta Pusat pada 5 Januari 2024. Aktivitas serupa dilakukan ketika Presiden kembali makan bersama dengan Prabowo Subianto usai meresmikan Graha Utama Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah pada 29 Januari 2024. Rangkaian tindakan tersebut juga masuk dalam klasifikasi Favoritisme dalam menafsirkan hukum. Tindakan menafsirkan hukum untuk kepentingan kelompok dan cenderung memilih penerapan hukum yang menguntungkan kelompoknya saja dalam hal ini bunyi norma dalam Undang-Undang Pemilu,” sebutnya.
Lebih jauh, disebutkan bahwa rangkaian tindakan yang dilakukan Presiden merupakan pelanggaran serius terhadap nilai etika bernegara, demokrasi dan prinsip-prinsip negara hukum sehingga telah masuk dalam klasifikasi maladministrasi khususnya perilaku yang buruk (unethical behavior). Berbagai fenomena yang melibatkan Presiden mengganggu nurani kenegaraan yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi. Berbagai fenomena yang melibatkan Terlapor mengganggu nurani kenegaraan yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi pasca rezim otoritarianisme orde baru, mencabik-cabik kehidupan demokratis, hingga menimbulkan perpecahan di tengah-tengah masyarakat.
Sebagai kepala negara, Presiden dianggap sebagai otoritas dan kompas moral bangsa, sehingga Presiden harus mengedepankan etika kepemimpinan yang bersih, jujur, mengupayakan persatuan dan kesatuan dan menjamin tata kelola negara yang adil dan memihak kepada kepentingan publik dan keadilan sosial.
“Berbagai pelanggaran yang terjadi oleh Presiden pun merupakan bentuk mengabaikan hukum (disregard of law) sebagai salah satu bentuk maladministrasi, sebab salah satunya telah melangkahi dan melanggar Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebut bahwa Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali,” katanya
Asas ini merupakan prinsip dasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum yang menjadi ruh dari prinsip netralitas dan imparsialitas para pejabat publik untuk menjamin pelaksanaan Pemilu yang baik. Sehingga, tindakan dan pernyataan yang dilakukan oleh Terlapor beserta sejumlah menteri dan pejabat daerah merupakan sebuah pelanggaran konstitusional.
Pemerintahan yang bersih pun juga melarang keras terjadinya nepotisme. Tetapi, sikap tindakan Presiden yang membiarkan anggota keluarganya yakni anaknya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai Calon Wakil Presiden melalui serangkaian tindakan yang mencoreng ketentuan hukum dalam pelaksanaan judicial review di Mahkamah Konstitusi. Tindakan ini telah masuk dalam klasifikasi Nepotisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
“Lewat laporan ini kami pun mendalilkan bahwa Pemilu 2024 telah terselenggara dengan sangat buruk atas dasar tindakan kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan dan keculasan yang dilakukan oleh Presiden sehingga menimbulkan kerugian konstitusional warga negara berupa tercorengnya hak atas keadilan substantif berupa terselenggaranya pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” sambungnya.
Atas dasar uraian tersebut, koalisi meminta Ombudsman Republik Indonesia untuk
Pertama, melakukan pemeriksaan substansi atas laporan dugaan tindakan maladministrasi oleh Presiden Republik Indonesia;
Kedua, melakukan tindak lanjut atas laporan ini, mengingat hal ini berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara luas, demokrasi dan Hak Asasi Manusia;
Ketiga, memerintahkan Terlapor melakukan tindakan korektif atas pelanggaran, kecurangan dan keculasan yang dilakukan selama gelaran proses Pemilihan Umum 2024 lalu.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari YLBHI, KontraS, PBHI, Imparsial, Lokataru Foundation, Aliansi Jurnalis Independen, Safenet, Walhi, HRWG, Greenpeace, Pusaka Bentala Rakyat, ELSAM, JATAM, LBH Jakarta, Trend Asia, Indonesia Corruption Watch, ICEL, Themis Indonesia, KASBI, Centra Initiative, Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL), Lamongan Melawan, Rumah Pengetahuan Amartya, Walhi Jawa Timur.
Yayasan Pikul, Social Movement Institute, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Efek Rumah Kaca, Migrant CARE, Yayasan Cahaya Guru, SETARA Institute, Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Arus Pelangi, Federasi Pelajar Jakarta, Federasi Pelajar Bekasi, Forum Anomali, Jarum Demokrasi, The Institute for Ecosoc Right, Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia, KontraS Aceh, KSN.
Kemudian individu yakni Suciwati, Linda Christanty, Wahyu Susilo, Lini Zurlia, Yati Andriyani, Usman Hamid, Khamid Istakhori, Bivitri Susanti, Feri Amsari, Fatia Maulidiyanti dan Yuli Riswati.