TIDORE, JAGAMELANESIA.COM – Kondisi tempat tinggal warga transmigrasi Desa Maidi, Kecamatan Oba Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara nampak memprihatinkan. Salah seorang warga transmigrasi Maidi, Fauzi mengatakan sekitar 2.000 jiwa mendiami daerah rawa itu dikelilingi genangan air yang tidak pernah surut meskipun musim kemarau, terlebih di musim hujan warga seperti hidup di rumah panggung di atas lautan.
“Mereka adalah warga transmigrasi anak dusun dari Desa Maidi, Kecamatan Oba Selatan, Kota Tidore Kepulauan,” ujar Fauzi ketika disambangi awak media, Sabtu (13/1/2024).
Menurutnya, kondisi ini memperlihatkan seolah pemerintah kota Tikep tidak memberikan perhatian karena daerah tempat tinggal trans Maidi nampak tak terurus. Hal ini, lanjut Fauzi, bertentangan dengan slogan Tidore ‘Jang Foloi’ yang digaungkan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan.
“Anehnya para petinggi Pemkot Tikep terkesan tidak memikirkan nasib warganya yang nyaris menggadaikan nyawanya untuk binatang buas seperti predator buaya, karena hampir 90 persen daerah itu terendam air dan menjadi sarang predator ganas ini,” sebutnya.
Fauzi mengaku kesal dengan Pemkot Tikep dan Pemerintah Desa Maidi karena pasca pembukaan trans Maidi sejak tahun 2010 hingga saat ini nasib mereka tidak pernah berubah. Menurutnya, akses jalan sangat sulit karena masih berlumpur dan perumahan warga terus tergenang air.
“Akibatnya warga tidak bisa bertahan hidup lantaran daerah ini penuh misteri, karena selain menjadi sarang predator buaya, akses pembangunan jalan pun tidak ada perhatian dari Pemkot Tikep hingga Pemerintah Desa. Sehingga kurang lebih 1000 orang warga trans telah angkat kaki dari dusun tersebut,” katanya.
Bahkan ia bersama sejumlah masyarakat, beberapa tahun lalu menggelar demonstrasi di Kantor Kecamatan Oba Selatan hingga ke Kantor Walikota Tidore untuk meminta jatah pembangunan. Namun pasca tuntutan itu disampaikan, tetap tidak ada respons hingga saat ini.
“Sudah tercatat 4 orang warga menjadi korban gigitan predator Buaya, mereka semua selamat dengan kondisi luka serius seperti anggota tubuh kaki putus dan yang lain mengalami sobek pada bagian perut. Ini akibat dari genangan air di lokasi trans yang tak pernah surut, apalagi musim hujan sudah tentu seantero perkampungan disapu bersih oleh banjir,” tutupnya.
Fakta ini pun diakui oleh Dula selaku Kepala Desa Maidi. Kepada media ini, ia mengaku sebagai pemerintah desa merasa prihatin dengan nasib warga. Hanya saja menurutnya, dua mata anggaran Dana Desa maupun ADD tidak bisa digelontorkan untuk pembangunan fisik di transmigrasi.
“Hal ini sudah pernah dibahas dalam musyawarah, namun mendapat penolakan dari Dinas Transmigrasi Kota Tidore Kepulauan karena alasan Dinas Tarnsmigrasi, dusun itu masih di bawah tangung jawab pihak Nakertrans. Memang karena kondisi seperti itu sehingga banyak warga yang tinggalkan lokasi itu, termasuk saya juga dulu tinggal di transmigrasi tetapi sekarang saya sudah keluar di Desa Maidi,” sebut Kades.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Transmigrasi belum berhasil dikonfirmasi seputar persoalan yang dialami warga di transmigrasi Maidi tersebut. (Amat)