PAPUA, JAGAMELANESIA.COM – Lokasi pembangunan pusat perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan yang akan berdiri di atas tanah adat dikabarkan masih menyisakan polemik yakni muncul pro dan kontra di tengah masyarakat.
Terbaru pada Kamis (12/10/2023), Gempar Papua atau Gerakan Mahasiswa menyatakan penolakan terhadap pembangunan kantor gubernur Provinsi Papua Pegunungan di tanah adat suku Hubula, Wauma dan Walesi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Penolakan itu disampaikan dalam jumpar pers yang dihadiri Direktur LBH Papua Emanuel Gobay, perwakilan masyarakat adat suku Wouma, Walesi dan Hubula Benyamin Lagowan, Ketua 1 Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Warpo Wetipo, dan aktivis Gempar Papua.
Salah seorang aktivis Gempar Papua Varra Iyaba menegaskan, pihaknya menolak dan bersolidaritas kepada masyarakat adat Wiyo, Walesi (Wouma) dan Asolokobal.
“Dengan tegas tanah 108 hektare yang dirampas (oleh negara merupakan) tempat produksi tradisional ekonomi masyarakat setempat. (Kami) menolak penempatan kantor gubernur Provinsi Papua Pegunungan (di lokasi tersebut),” kata Varra Iyaba, dikutip dari Jubi, Jumat (13/10/2023).
Dia mengatakan, tanah adat orang Hubula berpenghuni, bukan tanah kosong dan memiliki sumber daya alam yang beragam. Menurutnya, lokasi tersebut juga merupakan tempat sakral dan sarat tentang pengetahuan adat. Maka dari itu, pihaknya menyatakan akan mengawal hingga tuntas persolan ini.
Sementara itu, Masyarakat Walesi yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Wilayah Adat Welesi (LMWAW) menyatakan menolak semua laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI tentang polemik pro kontra lokasi pembangunan kantor Gubernur Papua Pegununungan di tanah adat Waelsi.
Menurut LMWAW, Komnas HAM RI mengumpulkan data secara sepihak, tanpa ada ruang komunikasi dengan pihak yang pro atas pembangunan kantor Gubernur. Oleh karena itu LMWAW menyatakan mendukung pemerintah dan Wakil Presiden untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan.
Pernyataan itu disampaikan langsung dalam pertemuan perwakilan lima kepala suku Wialay adat Walesi yang tergabung dalam LMWAW di Kantor Distrik Walesi Kabupaten Jayawijaya, rabu (11/10/2023).
“Pemerintah tidak datang kepada Masyarakat Wilayah Adat Welesi untuk menawar lokasi tersebut, namun LMWAW yang menawarkan kepada Pemerintah dan prosesnya berjalan sangat alot sampai bisa ditandatangani Akta Notaris Perjanjian dengan nomor: 7 Tanggal, 30 Agustus 2023 dan Akta Notaris Pelepasan Tanah Adat nomor: 8 pada Tanggal, 30 Agustus 2023 antara LMWAW dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan,” ungkap Ismail Wetapo, ketua LMWAW.
Kelima kepala suku pada LMWAW adalah Suku Yelipele (kepala suku Wilayah adat Walesi), Suku Yelipele -Elopere (Ellius Yelipele), Suku Lanni -Matuan ( Hengky Lanni) , Suku Lanni -Wetapo (Esalik Lanni), dan suku Asso Yelipele (Bashori Asso), serta tokoh pemuda dan tokoh masyarakat lainnya.
Wetapo menyatakan, seluruh Masyarakat Wilayah Adat Welesi, kepala kampung dan 5 kepala Distrik Wilayah adat Walesi sepakat dan berkomitmen secara bulat untuk menyerahkan ulayat tanah adat dimaksud kepada pemerintah dengan akta perjanjian menerima manfaat.
“Jika ada beberapa oknum keluarga yang menyatakan penolakan sebagaimana dilaporkan oleh Komnas HAM RI, sama sekali tidak dapat merubah atau membatalkan akta perjanjian yang sudah ditandatangani antara LMWAW dan Pemerinah Provinsi Papua Pegunungan” ucapnya tegas, merespon kunjungan Komas HAM RI pada tanggal 4 – 6 Oktober lalu di Wamena.
“Sampai kapanpun Masyarakat wilayah adat welesi akan menjaga ulayat tanah adat tersebut agar Pembangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan bisa terealisasi segera dan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat segera diwujudkan” kata Ismail Wetapo.
Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengungkapkan, pada Selasa (10/10/2023), telah menggelar Rapat Koordinasi terkait Update Kesiapan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Sentra Sarana dan Prasarana Pemerintah Provinsi di 4 Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua. Dari pertemuan ini, diketahui bahwa permasalahan lahan untuk pembangunan gedung perkantoran sudah selesai.
“Di laporan tadi dalam rapat, menurut Pj. Gubernur [Papua Pegunungan], tidak ada masalah. Jadi, tidak ada masalah dan semuanya sudah beres,” tutur Wapres dalam keterangan pers usai menghadiri Rapat BPP.
Tak hanya itu, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo menjelaskan, kurang lebih 13 suku adat setempat sudah berdialog berulang kali membahas masalah ini. Adapun aksi protes yang mengemuka, berasal dari satu warga bernama Bonny Lani, padahal secara prinsip masyarakat pemilik hak ulayat telah bersepakat untuk menyerahkan hak mereka.
“Jadi, saya pikir sebenarnya ini sudah selesai sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Pj. Gubernur Papua Pegunungan,” ujarnya.
John Wempi mengungkapkan, masyarakat setempat justru tidak mau menerima penggantian uang. Sebagai gantinya, mereka meminta, generasi anak-anaknya akan diberikan ruang pekerjaan dalam proses pembangunan Provinsi Papua Pegunungan.
“Dan, komitmen itu akan dilakukan dan telah ditandatangani bersama di notaris,” ucapnya. (UWR)