PAPUA BARAT, JAGAMELANESIA.COM – Penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Papua Barat menetapkan 12 tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dana Bank Arfindo. Awalnya, dalam kasus dugaan penggelapan ini dilaporkan oleh NAC selaku Direksi Bank arfindo terkait kredit macet yang terjadi di bank tersebut.
Akan tetapi dalam perkembangannya, NAC turut ditetapkan sebagai tersangka karena tim penyidik menemukan bukti terkait aliran dana yang ia nikmati bersama tersangka lain. Para tersangka diduga menggelapkan uang sebesar Rp345,8 Miliar usai dilakukan audit internal Bank yang beroperasi di Manokwari, Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
“NAC awalnya merupakan direksi yang membuat laporan terkait dengan kredit macet, setelah diselidiki ternyata ia juga menikmati uang tersebut saat masih menjabat sebagai Komisaris,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Barat AKBP Robertus Pandiangan, dikutip dari Jubi, Senin (2/10/2023).
Adapun 11 tersangka lainnya adalah PM, Direktur Utama, JI sebagai Direktur Operasional, AH Eks Kepala Cabang Arfindo Sorong, SRA Staf di arfindo, FL selaku supervisor di Kantor Cabang Arfindo Sorong, IP staf di arfindo, L eks kepala cabang arfindo sorong, SS Pimpinan BPR Arfindo Fakfak, HS selaku direktur PT. PSMS yang juga dulu merupakan orang dalam Bank Arfindo, kemudian pihak luar bank Arfindo yakni SDE Direktur PT. JMP dan LW Selaku Direktur CV. RF.
Pandiangan menuturkan, masalah ini dilaporkan pada awal tahun 2022. Kemudian, pada Agustus 2023, tim penyidik menetapkan 12 tersangka yang terdiri dari 10 orang dalam Bank Perkreditan Arfindo dan dua tersangka dari pihak luar. Selain itu, saat ini pihak penyidik juga sedang mendalami tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini.
Dia menegaskan, para tersangka melakukan kejahatan yang terstruktur, masif dan terencana. Para tersangka menjalankan aksi mereka sejak tahun 2012. Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik menemukan terdapat indikasi penggelapan dalam jabatan.
“Yang ditemukan penyidik terkait penggelapan dalam jabatan yakni para kepala cabang dan direksi memberikan dengan leluasa kepada pihak luar yang sudah bekerja sama, untuk mengajukan kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan di Bank tersebut,” kata Robertus Pandiangan.
Dalam kasus ini, 30 orang yang terdiri dari pihak bank serta para nasabah telah diperiksa. Saat ini penyidik tengah berupaya untuk melakukan pemeriksaan saksi ahli dari PPATK dan Saksi Ahli perbankan.
Penyidik awalnya menerapkan pasal penggelapan dalam jabatan. Namun setelah didalami kemudian ditemukan ada aliran dan serta kejahatan yang terdapat dalam UU Perbankan. Para tersangka dikenakan primer Tindak Pidana pencucian uang TPPU, Pasal 2 ayat 1 Huruf B dan I, Pasal 3 dan Pasal 4 serta Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Kemudian pasal 49 ayat 1 dan 2 Jo Pasal 14 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan serta Pasal 374 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 dan pasal 56 KUHP.
Sebelumnya, kasus kredit macet BPR Arfindo yang dilaporkan oleh NAC juga melibatkan audit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Direktur Reskrimsus Polda Papua Barat Komisaris Besar Polisi Sonny M.N. Tampubolon di Manokwari mengungkapkan bahwa masalah likuiditas bank tersebut dilaporkan oleh sejumlah nasabah yang tersebar di wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya. Adapun jumlah kerugian yang dilaporkan oleh nasabah Bank Arfindo lebih kurang Rp8 miliar.
Selain OJK, Polda Papua Barat telah berkomunikasi dengan lembaga akuntan publik lainnya. Akan tetapi, terkendala biaya audit yang melebihi anggaran penyelidikan. Kasus ini diketahui sebagian dilaporkan di polres, namun kasus utamanya kini ditangani oleh Polda Papua Barat. (UWR)