BINTUNI, JAGAMELANESIA.COM – Polres Teluk Bintuni tengah mengusut dugaan korupsi alokasi penetapan uang sewa gedung Kantor Sementara DPRD Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
Pihak Kepolisian menemukan indikasi penggelembungan atau mark up biaya sewa gedung tersebut dengan pihak pemilik penginapan Kartini pada saat pandemi Covid-19 yakni sejak tahun 2020 hingga 2023.
Pada 4 September 2023 lalu, kasus ini telah dinaikkan status ke penyidikan usai proses penyelidikan yang dilakukan selama empat pekan sebelumnya. Hal ini dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni Iptu Tomi Marbun.
“Benar, jadi 4 minggu lalu kami menerima pengaduan dari masyarakat terkait adanya pemborosan sewa gedung Kantor Sementara DPRD Teluk Bintuni,” ujar Iptu Tomi Marbun dikutip dari detikcom, Rabu (6/9/2023).
Ia menerangkan, pihak Kepolisian telah melakukan gelar perkara dan memeriksa sebanyak 12 orang saksi. Belasan saksi itu terdiri dari internal Sekwan DPRD maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Dirinya mengatakan, surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) atas kasus ini juga sudah disampaikan ke Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni.
“Kami sudah periksa 12 orang saksi, hasilnya kami menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan tersebut,” katanya.
Tomi menjelaskan, terhitung sejak Oktober 2020 hingga Maret 2023, Setwan Teluk Bintuni menyewa penginapan Kartini yang berada di Jalan Raya Bintuni untuk dijadikan Kantor Sementara DPRD Teluk Bintuni menggunakan pagu anggaran senilai Rp 9 miliar bersumber dari APBD Setwan Kabupaten Teluk Bintuni.
“Nilai sewa Rp 300 juta per bulan berdasarkan perjanjian kerjasama antara pemilik gedung dengan Setwan Kabupaten Teluk Bintuni,” ujarnya.
Menurut Tomi, ditemukan adanya dugaan mark up dan pemborosan anggaran yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Namun, terkait nominal kerugian negara atau dugaan korupsi atas kegiatan tersebut, penyidik masih menunggu hasil audit atau penghitungan oleh lembaga auditor pemerintah.
Penyidik menggunakan Pasal 3 Undang Undang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHpidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000. (UWR)