JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Sidang kasus Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS 2020-2023 dan Haris Azhar, Pendiri Lokataru kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi yang meringankan (a de charge). Sebelumnya, Fatia dan Haris telah diperiksa dan memberikan kesaksian sebagai terdakwa.
Dalam persidangan ini pihak Fatia-Haris menghadirkan dua orang saksi yakni Iqbal Damanik dari Greenpeace Indonesia dan Ahmad Ashov Birry dari Trend Asia yang juga merupakan periset dan penulis dari Kajian Cepat Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.
Pada sidang kali ini, saksi Ashov diperiksa terlebih dulu. Dalam keterangannya, ia menjelaskan latar belakang pendidikan, riset-riset yang pernah ditulis, hingga proses kajian cepat dibuat. Saksi Ashov pun menjelaskan bahwa latar belakang di penulisan riset yakni ketika eskalasi kekerasan di Papua terus meningkat dan menimbulkan banyak korban warga sipil.
Selain itu, rangkaian kekerasan tersebut juga berimplikasi pada munculnya pengungsi internal dan masifnya kerusakan lingkungan. Pada intinya, kajian ini merupakan seruan dan tuntutan agar kekerasan di Papua harus diakhiri segera. Saksi menambahkan bahwa kajian berangkat dari hipotesis awal bahwa berbagai operasi militer yang bermuara pada konflik ada kaitannya dengan kepentingan ekonomi. Hal tersebut dapat dirujuk pada riset terkait konflik Aceh dan Ambon.
Berdasarkan keterangan saksi Ashov di persidangan, metode yang digunakan dalam pencarian data dalam penulisan riset ini yakni meminta informasi lewat keterbukaan informasi publik, mencari data-data terbuka di website berbagai institusi, dan melakukan penelusuran terhadap sejumlah literatur.
Melansir dari laman resmi KontraS, Senin (4/9/2023), berbagai temuan dalam riset menyebutkan bahwa terdapat beberapa perusahaan yang terlibat dalam konsesi pertambangan dan ada kaitannya dengan personel TNI-Polri baik aktif maupun Purnawirawan.
“Salah satu pemilik konsesi yakni PT Madinah Qurrataain (PT MQ) yang merupakan anak perusahaan dari West Wits Mining menjalin kerja sama dengan PT Tobacom Del Mandiri (PT TDM). Sementara itu PT TDM merupakan anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinves), Luhut Binsar Panjaitan,” demikian dikutip dari siaran pers KontraS, 4 September 2023.
“Bukti keterlibatan Luhut ditandai dengan adanya rilis West Wits Mining dalam Australian Stock Exchange (ASX). Dalam rilis tersebut tercantum kesepakatan yang terbangun, PT MQ akan memberikan saham sebesar 30% kepada PT TDM atas upah melaksanakan clean and clear di wilayah konsesi pertambangan Derewo Project. Dalam sidang ini, Saksi Ashov menunjukan beberapa bukti seperti dokumen Recommendation for Clean and Clear status milik West Wits Mining yang terpublikasi ASX,” sambungnya.
Lebih lanjut, saksi Ashov menerangkan bahwa dalam kajian cepat dibahas tentang konflik kepentingan pejabat dalam sejumlah aktivitas bisnis tambang di Papua. Salah satunya terlihat dari Luhut Binsar Panjaitan sebagai penerima manfaat dari keterlibatan PT Toba Sejahtera lewat PT Tambang Raya Sejahtera dalam kesepakatan bisnis dengan PT MQ.
“Saksi Ashov menegaskan dugaan conflict of interest terlihat dari jabatan Luhut sebagai Menko Marves yang membawahi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mana memiliki kewenangan terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta berbagai dokumen kelengkapan tambang,” sebutnya.
“Dugaan conflict of interest kembali menguat, sebab Luhut merupakan Purnawirawan TNI yang memiliki pengaruh (Politically Exposed Person) terhadap penempatan pasukan sehingga muncul peluang Trading in influence. Temuan ini dapat dilihat dari salah satu dokumen yang dihadirkan yakni Annual Report tahun 2017 dari West Wits Mining – yang mana menyebutkan senior ministers,” tambahnya.
Dalam sidang ini, KontraS menyebutkan, terdapat fakta yang semakin nyata terungkap bahwa objek kajian cepat yakni Luhut Binsar Panjaitan sebagai pejabat. Lebih luas, kajian mengungkap fakta bahwa kebijakan yang diambil oleh pejabat berpotensi hanya untuk segelintir orang dan bukan untuk publik.
“Sehingga, pihak Fatia-Haris menduga terdapat potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan terlebih jabatan Luhut berkaitan dengan otoritas dan kaitannya dengan pertambangan. Hal ini sekaligus membantah Pasal 27 ayat (3) beserta Pasal 310 KUHP yang mengharuskan pencemaran nama baik ditujukan untuk pribadi, bukan jabatan,” ungkapnya.
Dalam bagian kesimpulan, disebutkan, saksi Ashov menerangkan bahwa terdapat dua intisari dari kajian cepat yakni penempatan militer terindikasi memiliki motif ekonomi dan aktivitas pertambangan berimplikasi pada terpicunya eskalasi kekerasan serta bencana kemanusiaan di Papua. Dalam kajian cepat ini juga memuat berbagai rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti oleh stakeholder, namun tidak ada kemajuan signifikan dari rekomendasi yang ada.