PAPUA, JAGAMELANESIA.COM – Dampak cuaca ekstrem tidak hanya melanda beberapa distrik di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Sejumlah organisasi masyarakat sipil telah bertemu dan mendengarkan secara langsung keluhan terkait kondisi buruk, kesulitan pangan dan air bersih yang dialami masyarakat adat di Provinsi Papua Selatan.
Organisasi itu yakni Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, FIAN Indonesia, Greenpeace Indonesia dan Perkumpulan Petrus Vertenten MSC Papua, Perkumpulan Harmoni Alam Papuana, LBH PAPUA Pos Merauke, SKP Keuskupuan Agats-Asmat menemui kondisi sulit itu dialami masyarakat di Distrik Malind, Kaptel dan Eligobel di Kabupaten Merauke, masyarakat adat di wilayah Kepi, Obaa dan Manjemur di Kabupaten Mappi dan Distrik Fayit di Kabupaten Asmat.
“Warga kesulitan memperoleh air bersih dan mahal, lahan dan tanaman pangan mengalami kekeringan, hasil panen di luar target dan tidak mencukupi kebutuhan pangan keluarga. Aktifitas menokok sagu di dusun berhenti karena kekeringan dan hewan buruan semakin jauh ke dalam hutan. Masyarakat kesulitan mengusahakan pemenuhan pangan dan air dari dusun dan hutan yang jauh dari kampung. Air sungai kering dan tidak bisa dilalui. Rawa dan sungai juga kondisi buruk, tidak sehat dan diduga tercemar, sehingga masyarakat menghindari dan tidak dapat mengkonsumsi air sungai,” demikian dikutip dari rilis resmi, Pusaka, Sabtu (12/8/2023).
Koalisi organisasi ini berharap bencana kelaparan yang terjadi di Distrik Agandungume, Lembewi dan Oneri, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah pada Juli 2023 lalu yang mengalami kesulitan mendapatkan pangan tidak terulang di daerah lain. Pasalnya, masyarakat disana terpaksa pergi mengungsi dan berjalan kaki dalam keadaan payah untuk mendapatkan bantuan makanan.
Selain itu, koalisi organisasi juga menemukan adanya potensi kabakaran hutan di seluruh tanah Papua dan meminta hasil pengamatan itu menjadi perhatian pemerintah. Hal itu terutama untuk melakukan langkah-langkah mitigasi guna mengantisipasi terjadinya bencana yang mengancam jiwa masyarakat sekitar.
“Kami juga memantau dan menemukan adanya titik panas yang berpotensi dan/atau telah menimbulkan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Papua. Berdasarkan pemantauan citra satelit Modis dan Viirs pada website https://map.nusantara-atlas.org disepanjang 14 hari terakhir (23 Juli–11 Agustus 2023), ditemukan titik panas sebanyak 2.270 titik panas diseluruh Tanah Papua dan terbanyak di Provinsi Papua Selatan sebanyak 1.910 titik panas,” sebutnya.
“Jumlah hotspot per kabupaten terbanyak berada di Kabupaten Merauke sebanyak 1.576 titik panas dan Mappi sebanyak 302 titik panas. Daerah tingkat distrik dengan titik panas tertinggi diatas 100 hotspot berada di Distrik Okaba, Sota, Naukenjerai, Kimaam, Tabonji, Waan, Tanah Miring, Kabupaten Merauke, dan di Distrik Obaa, Kabupaten Mappi,” sambungnya.
Koalisi juga menemukan hotspot berada di areal konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Agriprima Cipta Persada, PT Internusa Jaya Sejahtera dan PT Hardaya Sawit Plantation, di Kabupaten Merauke, dan konsesi perusahan Hutan Tanaman Industri PT Selaras Inti Semesta dan PT Plasma Nutfah Marind Papua di Kabupaten Merauke.
Koalisi mengingatkan bahwa negara juga berkewajiban mendorong penanggulangan kerusakan dan ancaman terhadap lingkungan hidup sebagai bagian dari kewajiban negara melindungi, menghormati dan memenuhi hak asasi manusia warga negaranya. Adapun wujud dari pemenuhan kewajiban negara adalah tanggung jawab negara berperan aktif untuk menangani, merehabilitasi dan memulihkan korban terdampak kerusakan hutan, lahan, perairan dan udara serta melakukan penegakan hukum terhadap aktor perusak lingkungan hidup.
Oleh sebab itu, koalisi organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah pusat hingga daerah untuk segera mengambil langkah-langkah mitigatif untuk menghindari dampak yang lebih besar akibat cuaca ekstrem yang sedang terjadi saat ini. Berikut sejumlah poin yang disuarakan oleh koalisi, antara lain:
1. Kami pimpinan organisasi masyarakat sipil mendesak dan meminta pemerintah nasional, pemerintah Papua Selatan dan pemerintah kabupaten di wilayah Papua Selatan, segera mengambil langkah efektif, cepat tanggap dan tindakan darurat untuk menyelamatkan dan memenuhi hak masyarakat adat yang terdampak krisis iklim dan kesulitan pangan, dengan penyediaan program bantuan pangan layak dan mudah diakses, serta pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat berdasarkan inovasi pengetahuan pangan masyarakat adat, secara teratur dan berkelanjutan.
2. Kami mendesak pemerintah daerah kabupaten di wilayah Provinsi Papua Selatan, pemerintah distrik dan pemerintah kampung, bekerjasama dengan pemimpin organisasi keagamaan tingkat distrik, Paroki, Stasi dan Dewan Gereja, untuk melindungi hutan yang kaya dan menyimpan beranekaragam pangan, dan segera mengantisipasi darurat pangan dan kebakaran hutan dan lahan yang melanda wilayah terdampak, dengan membuka pos pelayanan dan tanggap darurat pangan, sebagai saluran berbagi informasi dan pemberian bantuan pangan yang layak dan sehat.
3. Kami mendesak pemerintah nasional dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten di Tanah Papua, untuk menghormati, melindungi dan memajukan pengetahuan dan sistem pangan masyarakat adat, mengamankan lahan dan hutan sumber pangan masyarakat, melakukan perlindungan dan pemberdayaan usaha pangan masyarakat adat, organisasi usaha, inovasi teknologi, pemberian modal dan pasar, secara berkelanjutan.
4. Kami mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan kebakaran lahan dan hutan yang terjadi pada areal konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri di Kabupaten Merauke, serta mengupayakan penertiban dan penegakan hukum. (UWR)