Ternate – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Provinsi Maluku Utara (Malut), mendesak kepada Ombudsman dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Malut, agar tegas dan jeli kepada oknum pejabat daerah dan serta pejabat vertikal kementrian, yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangan dalam hal pengelolaan proyek pemerintah.
Ketua LSM GMBI Malut, Sadik Hamisi, kepada media ini Rabu (12/2), menyampaikan bahwa desakan ini hadir dikarenakan adanya dugaan kuat, terkait dengan praktik monopoli proyek yang sengaja dimainkan oleh oknum pejabat tertentu, demi meraup keuntungan pribadi di 3 tahun terahir ini, dengan cara berkongkalikong dengan pengusaha kelas atas.
“Olehnya itu, GMBI Malut secara kelembagaan mendesak kepada Ombudsman perwakilan Malut, selaku lembaga negara yang independen, yang bertugas mengawasi dan menangani dugaan mal administrasi dan mal keadilan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, serta bertugas melindungi hak-hak masyarakat, agar bertindak tegas atas dugaan tindak monopoli proyek dimaksud,” pungkas Sadik.
Lanjut Sadik, terkait dengan dugaan monopoli proyek dilingkungan pemerintah daerah baik Kabupaten/Kota, terutama Kab. Halsel dan Kota Ternate serta Provinsi hingga Balai kementrian PU ini, sudah pernah dilaporkan secara lisan melalui tatap muka dalam pertemuan bersama dengan pihak Ombudsman perwakilan Malut, pada beberapa dekade yang lalu.
“Namun Ombudsman Malut tidak mampu mensupervisi laporan temuan tersebut, hingga ke Ombudsman RI dan ke Pemerintah Pusat, dikarenakan adanya keterbatasan tenaga auditor dan pembiayaan, sehingga praktik monopoli proyek ini berjalan mulus dan membabi buta, hal ini terjadi di setiap tahun anggaran hingga di penghujung tahun 2024 lalu,” bebernya.
Selain itu, Sadik, juga meminta kepada BPK perwakilan Malut, sebagai lembaga negara yang bertugas memeriksa dan melaporkan pengelolaan keuangan negara, agar lebih ekstra melakukan pengawasan terhadap sistem pemanfaatan keuangan negara, pada setiap instansi pemerintah baik itu pemerintah daerah maupun pihak Balai perwakilan Malut, selaku perpanjangan tangan kementrian.
Perketat pengawasan atas pengelolaan uang negara ini kata Sadik, agar BPK Malut tidak asal-asalan memberikan WTP kepada pemerintah daerah dengan hanya di dasari like and like semata. Sudah cukup sandiwara ini dipertontonkan pemerintah daerah dan BPK, kepada masyarakat Malut, demikian pula halnya BWS dan BPJN Malut, diduga melakukan hal yang sama seperti lembaga pemerintah daerah yang lainnya.
“Untuk itu kami berharap BPK perwakilan Malut, agar tidak hanya menyoroti temuan pada pengusaha kecil lokal demi mendongkrak prestasinya semata, sementara pengusaha besar yang dinilai telah meresahkan masyarakat, dibiarkan dan terus melakukan praktik curang dan culas secara masif dan terstruktur demi memperkaya satu orang atau satu kelompok serta korporasi tertentu, melalui tindak monopoli proyek dimaksud,” ujar Sadik.
Tindakan monopoli proyek ini menurut Sadik, akan berimbas pada kesenjangan dari pengusaha kecil dan pengusaha besar, sehingga ini dapat mempengaruhi sistem pengelolaan keuangan negara di daerah, dan juga dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi masyarakat setempat.
“Kami juga mensinyalir pemain-pemain besar ini, telah menyasar hingga ke proyek-proyek kecil, yang notabene proyek-proyek tersebut diperuntukkan untuk kontraktor grade menengah kebawa,” tegas Sadik.
Sadik, juga berjanji jika hal ini tidak ditindak lanjuti oleh pihak-pihak terkait, maka pihaknya tidak segan-segan melaporkan dugaan tindak monopoli proyek di wilayah Malut ini, ke BPK RI serta Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) di Jakarta dalam waktu dekat.
“Khususnya Kab. Halsel, Kota Ternate, serta Provinsi Maluku Utara, kami minta di Audit secara menyeluruh untuk pengusaha besar yang menangani proyek APBN maupun APBD, yang bernilai puluhan milyar dikarenakan para pengusaha-pengusaha besar tersebut, dengan sengaja menggunakan perusahaan orang lain untuk memenangkan tender proyek dimaksud,” tutup Sadik.