BerandaHukumTerkait Pengupahan, Simak Pandangan Filep Wamafma Soal Putusan MK Nomor 168/2023 atas...

Terkait Pengupahan, Simak Pandangan Filep Wamafma Soal Putusan MK Nomor 168/2023 atas UU Cipta Kerja

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma memberikan pandangannya terhadap Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023 pada 31 Oktober 2024 sebagai respons atas permohonan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Permohonan tersebut diajukan oleh elemen pekerja dan serikat buruh yang menilai beberapa ketentuan dalam undang-undang ini bertentangan dengan hak-hak pekerja.

Filep menilai Putusan MK itu merupakan upaya dan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui reformasi kebijakan ketenagakerjaan. Terdapat sejumlah poin perubahan yang mencakup berbagai aspek ketenagakerjaan. Ia secara khusus menyoroti poin perubahan terkait pengupahan yang dinilai sejalan dengan upaya peningkatan kesejahteraan pekerja.

“Putusan MK ini menunjukkan keberpihakan yang kuat atas kesejahteraan pekerja. Bila kita cermati, penegasan bahwa penghasilan pekerja harus mencakup kebutuhan dasar memberikan landasan yang kokoh bagi pemenuhan hak-hak pekerja. Kita meyakini struktur dan skala upah yang proporsional akan mendorong terciptanya sistem pengupahan yang lebih adil dan berbasis pada prinsip penghargaan terhadap kontribusi. Struktur dan skala upah mestinya juga tetap harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti masa kerja, kompetensi, pendidikan, golongan dan jabatan,” kata Filep dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).

“Ketentuan ini merupakan langkah positif untuk menciptakan sistem pengupahan yang lebih adil bagi para pekerja. Harapannya dengan adanya pengaturan ini pekerja bisa mendapatkan hak sesuai dengan kompetensinya. Tentu saja hal ini tentu akan berdampak pada motivasi bekerja,” sambungnya.

Lebih lanjut, Ketua Komite III yang membidangi masalah ketenagakerjaan itu menyampaikan sejumlah poin penting yang termuat dalam Putusan MK terkait pengupahan. Filep mengungkap analisanya atas perubahan-perubahan tersebut. Adapun putusan MK ini mengarahkan pemerintah untuk memperbaiki regulasi ketenagakerjaan dalam UU tersebut dan mengembangkannya menjadi undang-undang baru dalam jangka waktu 2 tahun.

Pertama, Pasal 88 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 27 menyatakan bahwa hak pekerja atas penghidupan layak mencakup penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan dasar, meliputi makanan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua. Mmenurutnya, komponen-komponen ini dimaksudkan untuk memastikan pekerja dapat menjalani kehidupan yang layak secara manusiawi.

“Lalu kedua, Frasa ‘struktur dan skala upah’ dalam Pasal 88 ayat (3) huruf b wajib disusun secara proporsional, dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan, produktivitas, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi pekerja. Kebijakan ini bertujuan menciptakan sistem pengupahan yang lebih adil dan transparan di setiap Perusahaan,” urainya.

Kemudian yang ketiga, lanjut Filep, Pasal 88C mengharuskan gubernur menetapkan upah minimum sektoral di wilayah provinsi dan dapat memperluasnya hingga tingkat kabupaten atau kota. Penetapan ini memberikan perlindungan tambahan kepada pekerja di sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja spesifik.

“Frasa ‘indeks tertentu’ dalam Pasal 88D ayat 2 harus ditafsirkan sebagai variabel yang mencerminkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dengan tetap memperhatikan prinsip proporsionalitas. Dan poin keempat dalam catatan saya, Pasal 90A mengatur bahwa upah di atas upah minimum harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja. Ketentuan ini memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi pekerja dalam negosiasi pengupahan. Kemudian, Pasal 92 ayat 1 mewajibkan pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Penyesuaian ini bertujuan meningkatkan keadilan dalam sistem pengupahan nasional,” jelas Pace Jas Merah itu.

“Putusan MK ini menekankan pentingnya tata kelola regulasi yang partisipatif dan inklusif. Kritik terhadap UU Cipta Kerja menunjukkan minimnya keterlibatan publik dalam proses legislasi, sehingga regulasi dianggap kurang mewakili kebutuhan berbagai pihak,” katanya lagi.

Meski begitu, senator Filep menambahkan dampak putusan MK itu di sisi pengusaha dan iklim investasi yang turut diperhitungkan agar tetap seimbang. Menurutnya, penambahan komponen penghasilan pekerja dan pemberlakuan upah minimum sektoral dapat menimbulkan beban administratif bagi pengusaha.

“Pengusaha, terutama yang mengelola usaha kecil dan menengah bisa saja mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban ini tanpa dukungan kebijakan subsidi atau insentif dari pemerintah. Pemerintah perlu memastikan adanya regulasi turunan yang jelas dan sosialisasi yang komprehensif untuk menghindari timbulnya permasalahan, misalnya saja perbedaan interpretasi terhadap ketentuan baru dapat memicu potensi konflik antara pekerja dan pengusaha. Tidak jelasnya mekanisme penetapan struktur dan skala upah yang proporsional berpotensi menimbulkan sengketa jika tidak diatur secara rinci, maka regulasi turunan sangat penting,” tegasnya.

Dia menerangkan, peningkatan upah minimum sebesar 6,5% dapat menimbulkan tekanan terhadap daya saing perusahaan, terutama di sektor padat karya. Dalam jangka pendek, kebijakan ini dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, penting juga dialog sosial yang konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja menjadi elemen penting untuk mengatasi potensi permasalahan ini.

“Kebijakan yang mengutamakan pembayaran upah pekerja dalam kondisi perusahaan pailit atau likuidasi juga menimbulkan tantangan bagi kreditur lainnya. Ketentuan ini dapat mengurangi minat investor untuk mendukung perusahaan dengan risiko tinggi. Pemerintah perlu memastikan kebijakan ini tidak berdampak negatif terhadap iklim investasi nasional,” kata Filep.

Lebih lanjut, ia menambahkan, peran Dewan Pengupahan dalam memberikan saran dan pertimbangan membutuhkan penguatan kapasitas dan koordinasi yang lebih baik. Keterbatasan sumber daya dan kompetensi dapat menghambat efektivitas institusi ini dalam menjalankan fungsi strategisnya. Oleh sebab itu, menurut Filep, pemerintah perlu memberikan dukungan yang memadai agar Dewan Pengupahan mampu memberikan kontribusi optimal dalam sistem pengupahan nasional.

“Penambahan komponen penghasilan, kewajiban penetapan upah minimum sektoral, dan penyesuaian struktur serta skala upah menjadi langkah strategis untuk menciptakan sistem pengupahan yang lebih adil dan inklusif. Maka saya Kembali tekankan, keberhasilan implementasi kebijakan ini memerlukan mekanisme yang jelas, dialog sosial yang konstruktif, dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah perlu memastikan bahwa implementasi kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat bagi pekerja,” pungkasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru