BerandaDaerahRentan Terjadi Perampasan dan Konflik, Kemampuan Teknis Pemetaan Wilayah Adat Gencar Disuarakan

Rentan Terjadi Perampasan dan Konflik, Kemampuan Teknis Pemetaan Wilayah Adat Gencar Disuarakan

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Persoalan yang berkaitan dengan perlindungan masyarakat adat dan wilayah adatnya terus menjadi perhatian. Pasalnya, menurut Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi dalam peluncuran Catatan Akhir Tahun 2024 menyampaikan bahwa data aliansi bahwa terjadi perampasan 11,07 juta hektar wilayah adat selama 10 tahun terakhir.

Selain itu, pada periode sama, terjadi 687 konflik melibatkan masyarakat adat, dengan 925 orang alami kriminalisasi. Dia menjelaskan, perampasan ini terjadi pada 121 kasus yang melibatkan 140 komunitas adat dari berbagai sektor.

Sementara itu menurutnya, hingga kini payung hukum yang mengakui dan melindungi masyarakat adat lewat Undang-undang khusus belum ada. Terlebih, masyarakat ada kerap berhadapan dengan berbagai proyek investasi maupun proyek Pembangunan masuk dalam wilayah adat mereka.

Melansir dari laman Mongabay, Selasa (7/1/2025) disebutkan sejumlah kasus di atas terjadi di hamper semua sektor kehidupan yakni 58 konflik terjadi dengan konsesi perkebunan, 9 konflik dengan kawasan hutan dan konsesi hutan, 29 konflik dengan konsesi tambang, 5 konflik karena industri energi, 14 dengan proyek infrastruktur, 4 kasus dengan proyek pariwisata, dan 2 dengan konsesi pertanian dan peternakan.

Menurut Rukka, beberapa merupakan konflik lama yang belum selesai, diantaranya seperti Masyarakat Adat Sihaporas dengan PT Toba Pulp Lestari. Wilayah adat seperti hutan adat sangat penting keberlangsungan kehidupan masyarakat adat misalnya dapat memicu kerawanan pangan, habitat flora dan fauna maupun sebagai tempat tinggal.

“Ada peningkatan konflik di konsesi tambang dan energi,” ujar Rukka.

Di lain kesempatan, Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) gencar mendorong pemetaan wilayah adat untuk memperkuat kemampuan teknis Masyarakat Adat dalam memetakan wilayah adat secara partisipatif.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Banten Kidul Jajang Kurniawan mengatakan wilayah adat yang berada di Banten Kidul saat ini memiliki persoalan yang rentan terhadap perampasan wilayah adat. Maka dari itu, sebutnya, Masyarakat Adat memerlukan peta wilayah adat yang nantinya bisa digunakan sebagai bentuk legalitas wilayah adat itu sendiri. Peta wilayah adat tersebut mencakup area hutan, pemukiman, lahan pertanian, dan data sosial lainnya.

“Ini lah tujuan kita melatih anak-anak muda dari tiap Kasepuhan agar bisa membuat peta. Kalau sudah bisa membuat peta, nanti ke depannya kita buat tim pemetaan partisipatif yang anggotanya berasal dari peserta pelatihan ini,” kata Jajang di acara pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat di Kasepuhan Lebak Larang, dikutip dari laman resmi AMAN, Selasa (141/2025).

“Apabila nanti ada Kasepuhan yang ingin memetakan wilayah adatnya, kita tidak perlu memanggil orang luar. Kita gunakan tim pemetaan yang sudah dilatih oleh AMAN. Buat apa cari orang jauh kalau di kita saja sudah ada yang bisa membuat peta.  Mereka ini asli orang adat, yang sudah dilatih AMAN,” ujarnya.

Hal yang sama dilakukan oleh Pelaksana Harian AMAN Wilayah Kalimantan Tengah. Mereka menggelar pelatihan Geographic Information System (GIS) selama tiga hari mulai 9-11 Desember 2024 di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Kalimantan Tengah, Ferdi Kurnianto menyampaikan bahwa pelatihan ini merupakan langkah awal dari perjuangan panjang untuk memperkuat pengakuan hak-hak masyarakat adat secara hukum. Ferdi berharap para peserta dapat memanfaatkan ilmu ini untuk mendukung advokasi wilayah adat di daerah masing-masing.

“Kemampuan teknis yang diperoleh peserta dalam pelatihan ini harus terus diasah agar benar-benar menjadi alat perjuangan yang efektif,” kata Ferdi Kurnianto. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru