BerandaHukumMA Tolak Kasasi Jaksa, Pihak Haris-Fatia Dorong APH Investigasi Dugaan Konflik Kepentingan...

MA Tolak Kasasi Jaksa, Pihak Haris-Fatia Dorong APH Investigasi Dugaan Konflik Kepentingan Luhut Soal Tambang di Papua

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak upaya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Putusan sidang itu disampaikan pada 11 September 2024 lalu.

Keputusan ini menguatkan vonis bebas terhadap Haris dan Fatia oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 8 Januari 2024 yang membebaskan keduanya dari segala tuntutan maupun dakwaan. Kasus ini berkaitan dengan isi podcast di kanal Youtube Haris Azhar yang berjudul ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya Jendral BIN Juga Ada!! NgeHAMtam’.

Hakim menilai dakwaan pertama terhadap Fatia dan Haris tidak memenuhi unsur hukum karena yang diperbincangkan bukan hal yang termasuk dalam dugaan penghinaan. Selain itu, dakwaan kedua dan subsider, yakni mengenai penyebaran berita bohong, dinilai tidak memenuhi unsur pidana penyebaran berita bohong.

“Melalui putusan ini, kami menilai Mahkamah Agung telah turut menjaga marwah kebebasan sipil yang menjamin sekaligus menekankan bahwa warga negara memiliki hak untuk memberikan kritik terhadap pejabat publik tanpa harus khawatir dipidana,” kata Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) selaku kuasa hukum Fatia dan Haris dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 25 September 2024.

“Selanjutnya, putusan ini juga menandakan pentingnya perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan sebagaimana dikenal dengan konsep Anti-Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). Tak hanya itu, putusan ini juga sekaligus telah menyalakan harapan bagi orang-orang yang terus memperjuangkan isu kemanusiaan dan lingkungan khususnya di Papua,” sambungnya.

Lebih jauh, TAUD menjelaskan bahwa dalam putusan tingkat pertama Majelis Hakim mengakui beberapa hal yang diungkap dan telah menjadi fakta persidangan seperti adanya conflict of interest oleh Luhut Binsar Pandjaitan terkait praktik pertambangan di Papua. Fakta tersebut dilihat dari adanya penjajakan bisnis anak perusahaan LBP yakni PT Tobacom Del Mandiri bersama dengan PT Madinah Qurrota Ain dan West Wits Mining.

Menurut TAUD, dalam persidangan pun terbukti bahwa LBP sebagai beneficiary owners (BO), sebab setiap tahunnya mendapatkan laporan keuangan perusahaan, sehingga mustahil tidak mengetahui atau menyetujui adanya penjajakan bisnis di Papua.

“Oleh karena hal tersebut di atas, kami memandang telah terdapat dugaan pelanggaran hukum terkait aktivitas tambang di Papua yang dilakukan oleh Luhut Binsar Pandjaitan serta jejaringnya. Menjadi hal yang sangat penting agar Negara melalui aparat penegak hukumnya segera melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan pelanggaran hukum tersebut,” tegasnya.

“Putusan ini sudah sepatutnya menjadi acuan bagi APH untuk memulai investigasi conflict of interest Luhut Binsar Pandjaitan. Selain itu, pemerintah juga harus secara serius menindaklanjuti temuan dan rekomendasi berdasarkan kajian cepat yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer, Studi Kasus Intan Jaya di Papua,” tambahnya.

Tak hanya itu, tim menilai tabiat pejabat publik seperti Luhut Binsar Pandjaitan yang melakukan kriminalisasi terhadap penelitian, pendapat, dan ekspresi yang sah, selain pada dasarnya seharusnya penuntutan tidak dapat dilakukan, maka merujuk pasal 314 KUHP.

“Luhut tidak lagi bisa melaporkan orang yang menyebut dia memiliki konflik kepentingan atau lebih khusus bermain tambang di Papua. Dan tidak hanya Luhut, seluruh pihak yang ada dan disebut dalam riset kajian cepat yang kemudian dikuatkan dalam putusan juga tidak dapat melakukan pelaporan pidana pasal penghinaan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, tim berharap putusan ini juga semestinya dapat menjadi yurisprudensi bagi Majelis Hakim di setiap tingkat pengadilan ketika mengadili kasus-kasus kriminalisasi terhadap para aktivis/pembela HAM maupun lingkungan hidup dimana sudah sepatutnya para Majelis Hakim yang mengadili kasus kriminalisasi aktivis/pembela HAM maupun lingkungan hidup berani memutus bebas sebagaimana dalam perkara Fatia dan Haris. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru