MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Pemanfaatan hasil hutan kayu di wilayah Provinsi Papua Barat sudah semestinya memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat adat setempat. Lebih dari itu, regulasi yang berlaku diharapkan dapat membuka ruang pelibatan masyarakat adat dalam mengelola hasil hutan kayu.
Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Papua Barat Otto Parorongan menekankan perlunya peninjauan ulang dan harmonisasi regulasi dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Menurutnya, peninjauan ulang diperlukan terhadap Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 5 Tahun 2014 yang diantaranya menetapkan standar pemberian kompensasi atas konsesi PBPH bagi masyarakat hukum adat.
Ia menyebutkan, peninjauan ulang itu dimaksudkan guna melakukan penyesuaian dengan perkembangan situasi perekonomian saat ini, sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat adat.
“Masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat harus merasakan dampak ekonomi dari pemanfaatan hasil hutan kayu,” ujar Otto, dikutip dari Antara, Selasa (26/3/2024).
Selanjutnya, harmonisasi regulasi diantaranya menghendaki agar perumusan perizinan pemanfaatan hutan alas titel (PHAT) memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk terlibat dalam pengelolaan hasil hutan kayu tumbuh alami. Hal tersebut bertujuan agar peredaran kayu lokal menjadi sah dan memberikan nilai tambah untuk peningkatan perekonomian masyarakat adat di sekitar kawasan konsesi hutan.
“Peninjauan ulang dan harmonisasi regulasi ini bermaksud agar masyarakat adat juga bisa terlibat mengelola hasil hutan kayu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Otto menyampaikan bahwa saat ini sebanyak 2,3 juta hektare dari 3,8 juta hektare luas kawasan hutan produksi telah mengantongi konsesi perizinan berusaha pemanfaatan hasil hutan (PBPH).
“Sebagian besar memperoleh konsesi PBPH hutan alam, hutan tanaman industri dan konsesi pertambangan serta perkebunan,” kata Otto Parorongan.
Dia menuturkan, pemerintah daerah mengapresiasi seluruh pemegang konsesi PBPH di Papua Barat yang sudah berkontribusi merealisasikan kompensasi bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat.
Menurutnya, komitmen pengelolaan sumber daya hasil hutan yang memberikan efek positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, harus tetap memperhatikan kelestarian hutan.
“Kelestarian hutan menjadi sangat prioritas supaya generasi muda yang akan datang bisa menikmati kekayaan sumber daya alam Papua Barat,” ucapnya.
Terkait kelestarian hutan, Anak usaha PT United Tractors Tbk. (UNTR) di bidang kontraktor tambang PT Pamapersada Nusantara atau PAMA menargetkan untuk mengelola sebesar 600.000 hektare (ha) hutan di Papua untuk melakukan pelunasan karbon atau carbon offset.
Security & External Relations Departement Head Pamapersada Nusantara Gunawan Setiadi mengatakan saat ini PAMA telah mengelola sebesar 100.000 hektare hutan di Papua untuk melakukan carbon offset.
“Luas hutan yang dikelola sedang menuju 200.000 hektare,” ucap Gunawan dikutip Kamis (28/3/2024).
Dia melanjutkan, ke depan, luas hutan Papua yang dikelola PAMA melalui unit usahanya PT Wana Rimba Nusantara ditargetkan dapat mencapai 600.000 ha. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Direktur United Tractors Frans Kesuma menjelaskan bahwa UNTR mendapatkan izin untuk menjaga hutan.
“Kami menjaga hutan dan dengan menjaga hutan, maka karbon yang dijaga bisa dimanfaatkan,” ujar Frans.
Frans melanjutkan tujuan awal UNTR untuk mengelola hutan tersebut bukanlah untuk menjualnya. Pengelolaan hutan ini bertujuan untuk melakukan carbon offset, sebab sebagian besar operasional UNTR memang menghasilkan emisi karbon yang tidak kecil.
“Dalam tahap pertama, kami belum bicara masalah dijual. Bukan untuk carbon trading, tapi untuk offset (red, mengkompensasi emisi perusahaan) karena kami menghasilkan karbondioksida cukup masif,” urainya.