JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Pembentukan Komando Operasi (Koops) Habema oleh TNI untuk menangani konflik di tanah Papua hingga usulan penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) menuai kritik dari sejumlah kalangan.
Kritik itu diantaranya dilontarkan oleh KontraS yang menilai bahwa Koops Habema justru akan memperkeruh situasi dan tidak dapat menjamin peristiwa kekerasan serta pelanggaran HAM tidak terus berulang di tanah Papua.
“Inisiatif Panglima TNI dengan membuat Komando Operasi Habema justru akan memperkeruh situasi dan tidak dapat menjamin peristiwa kekerasan serta pelanggaran HAM tidak terus berulang jika operasi tersebut dijalankan tanpa evaluasi yang komprehensif dan menyeluruh serta tidak diimbangi dengan upaya dialog dan cara damai,” ujar Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya dalam keterangannya, Senin (4/3/2024).
Pasalnya, Dimas mengatakan, jumlah kekerasan yang terjadi di Papua berbanding lurus dengan masih diberlakukannya pendekatan keamanan dan bersenjata melalui operasi militer oleh pemerintah hingga saat ini. Padahal, menurutnya, pola kebijakan penuntasan konflik tersebut masih menjadi salah satu faktor terus berulangnya peristiwa kekerasan di Tanah Papua.
“Kami memproyeksikan bahwa peristiwa semacam itu akan terus berulang di Tanah Papua jika pemerintah tidak melakukan pengkajian ulang dan evaluasi terhadap pendekatan keamanan dan operasi militer yang saat ini dijalankan di Tanah Papua,” ujarnya lagi.
Berdasarkan catatan Kontras, pada Januari hingga Februari 2024, telah terjadi 7 peristiwa kekerasan di Papua yang menimbulkan 6 korban luka dan 4 korban tewas. Tindak kekerasan tersebut antara lain meliputi penembakan, penyiksaan, serta penangkapan sewenang-wenang. Korban dari peristiwa kekerasan ini adalah warga sipil, bahkan terdapat korban yang masih tergolong anak-anak.
Terhadap usulan penambahan Kodam yang disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Dimas menilai bahwa wacana ini tidak memiliki urgensi di tengah situasi Papua hari ini.
“Kami melihat bahwa tidak ada urgensi dalam wacana penambahan kodam dari 15 menjadi 37 di Indonesia. Selain itu, kami melihat bahwa wacana ini juga sangat berbahaya di tengah permasalahan tubuh institusi TNI yang belum berhasil diatasi, yakni tentang profesionalisme prajurit dan pendekatan kekerasan di tubuh TNI,” kata Dimas dalam keterangannya, Rabu (6/3/2024).
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa rencana penambahan kodam baru seharusnya dapat dijelaskan secara transparan dan akuntabel dalam hal kebutuhan dan menjawab problem riil di masyarakat. Dimas menilai bahwa sampai dengan hari ini, tidak ada alasan konkret dan jelas yang disampaikan oleh pihak yang menyatakan terdapat wacana penambahan kodam baru.
“Pernyataan KSAD yang menyampaikan bahwa ada permintaan masyarakat terkait penambahan 22 Kodam, harus dibuktikan dengan data yang bisa diakses oleh publik, bukan pernyataan yang subyektif dan manipulatif seolah bahwa semua masyarakat menghendaki penambahan Kodam,” tambahnya.
Disebutkan, rencana penambahan kodam telah bergulir sejak 2023 lalu, dimana Mantan KSAD Dudung Abdurachman menyatakan akan mengusulkan wacana penambahan kodam ini kepada Panglima TNI. Hal tersebut semakin nyata setelah Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto mengatakan bahwa akan merealisasikan pembentukan Kodam, termasuk pada provinsi baru seperti halnya empat DOB di Papua.
“Wacana yang telah bergulir sejak tahun 2023 tersebut menunjukkan adanya upaya pengarusutamaan pendekatan keamanan untuk menghadapi suatu permasalahan di daerah, khususnya jika dilihat dalam konteks Papua. bertambahnya pasukan dengan dalih penambahan kodam hanya akan memberikan ketakutan bagi masyarakat secara umum, terlebih lagi kultur kekerasan masih melekat dalam tubuh institusi TNI,” sebutnya.
Hal itu disebutkan memicu kekhawatiran akan meluasnya peran ganda militer akan semakin masif beriringan dengan penambahan Kodam seperti halnya pengamanan kegiatan masyarakat seperti halnya demonstrasi dan penjagaan sektor bisnis.
TNI bantah tudingan Koops Habema memperkeruh situasi di Papua
Terkait kritik KontraS, Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen Nugraha Gumilar membantah tudingan bahwa pembentukan Koops Habema akan memperkeruh konflik di Papua. Ia mengklaim, Koops Habema dibentuk dengan mengedepankan pendekatan yang humanis dan dialogis.
“Tudingan KontraS tidak berdasar. Koops dibentuk untuk mengintegrasikan pola operasi TNI-Polri agar lebih efektif dengan mengedepankan pola smart poweryang humanis dan dialogis,” ujar Nugraha dalam keterangannya, dikutip dari Tempo, Selasa (5/3/2024).
Lebih lanjut, dia pun juga memastikan, operasi militer dengan nama Koops Habema tidak hanya sekadar perubahan nomenklatur. Namun, juga akan mengubah pendekatan yang dilakukan dalam mengatasi konflik di Papua.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyampaikan bahwa Koops Habema alias operasi ‘harus berhasil maksimal’, dapat meningkatkan efektivitas penanganan konflik di Papua. Ia menjelaskan strategi yang diterapkan di Papua kali ini menggunakan pendekatan smart power yang menggunakan kombinasi dari soft power, hard power dan diplomasi militer.
“Implementasi strategi itu adalah pembentukan komando operasi Habema (harus berhasil maksimal),” kata Agus dalam Rapim TNI-Polri di Mabes TNI, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024) lalu.
Ia berharap pembentukan Koops itu dapat mengintegrasikan pola operasi TNI dan Polri, sehingga penanganan konflik di Papua lebih efektif. Lebih lanjut, Agus juga menyampaikan TNI telah meningkatkan kemampuan individu dan satuan melalui siklus latihan sistem blok secara terpusat di Pusdiklatpassus Kopassus.
Mulai Januari tahun ini, lanjut dia, juga terjadi peningkatan indeks dukungan operasi untuk prajurit TNI. Agus menyampaikan terima kasih kepada Jokowi atas adanya peningkatan itu. Ia menjelaskan di dalam negeri, ada 42 jenis operasi yang digelar dengan melibatkan 31.447 prajurit TNI. (UWR)