JAGAMELANESIA.COM – Pemerintah pusat menerapkan kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mencapai pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok Indonesia.
Penerapan kebijakan TKD di Papua diantaranya berupa program Dana Desa, dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) untuk daerah-daerah di Papua.
“Kami ingin memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah dengan melakukan desentralisasi ekonomi dan membangun pusat-pusat ekonomi di daerah masing-masing sehingga tercipta lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan,” ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, dikutip Selasa (28/11/2023).
Adapun kebijakan dana desa tahun anggaran 2024, salah satunya diarahkan terutama untuk mendukung pemberdayaan dan pembangunan desa. Pemanfaatan dana desa diarahkan untuk empat sektor prioritas, yaitu penanganan kemiskinan ekstrem (maksimal 25% melalui BLT Desa), program ketahanan pangan dan hewani (minimal 20%), program pencegahan dan penurunan stunting, serta program sektor prioritas di desa melalui bantuan permodalan BUMDes dan program pengembangan desa lainnya yang sesuai potensi dan karakteristik desa.
Selanjutnya, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua dan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari daerah lain, Pemerintah mengalokasikan dana Otsus dan DTI kepada daerah-daerah di wilayah Papua.
Luky menerangkan, Dana Otsus Papua dialokasikan sebesar 2,25% dari total Dana Alokasi Umum (DAU). Alokasi dana Otsus ini akan naik seiring dengan semakin tingginya DAU nasional. Pada 2024 dana Otsus akan mencapai Rp9,62 triliun atau meningkat jika dibandingkan tahun 2023 yang sebesar Rp.8,91 triliun dan DTI Rp4,3 triliun.
Dana Otsus tersebut, kata Luky, akan dibagi kepada setiap provinsi dengan mempertimbangkan antara lain jumlah penduduk, luas wilayah, indek kemahalan konstruksi dan indek kinerja daerah dalam mengelola dana Otsus itu sendiri.
“Pemerintah mengarahkan dana otsus Papua ini untuk mendukung percepatan pembangunan sesuai dengan rencana induk, antara lain penurunan kemiskinan, peningkatan investasi dan kegiatan strategis seperti beasiswa, jaminan kesehatan, serta bantuan langsung untuk peningkatan produktivitas masyarakat/OAP,” sebutnya.
Selain dana otsus, pemerintah juga memberikan DTI sebesar Rp.4,37 triliun yang diarahkan untuk pembangunan infrastruktur perhubungan, telekomunikasi, air bersih, energi listrik serta sanitasi lingkungan.
“Pengentasan kemiskinan ekstrem tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan program pemerintah. Dukungan terhadap program tersebut diperlukan dari pihak terkecil yaitu aparat pemerintah desa. Oleh karena itu harmonisasi kebijakan pusat dan daerah sangat penting,” ujar Luky.
BPKP lakukan evaluasi Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem
Di Provinsi Papua Barat Daya, Perwakilan BPKP Provinsi melakukan evaluasi atas Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem pada Kabupaten Sorong. Hal ini berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Diketahui, dalam instruksi tersebut, BPKP diberikan mandat untuk melakukan pengawasan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem serta mengoordinasikan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam membantu pengawasan tersebut di lingkup instansinya.
Tim Perwakilan BPKP Provinsi Papua Barat turun langsung mewawancarai masyarakat penerima program bantuan sosial. Uji petik dilakukan pada 5 kampung dan kelurahan yang ada di Kabupaten Sorong.
Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan ekstrem atau setara dengan USD 1.9 PPP (purchasing power parity). Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan “absolute poverty measure”yang konsisten antar negara dan antar waktu.
Salah satu warga di Kampung Malasaum, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Barnabas Manakane mengatakan dirinya mendapatkan beberapa program bantuan sosial dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Program Indonesia Pintar (PIP).
Ia yang sehari-sehari bekerja sebagai petani menyebut bantuan yang ia terima dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membeli sembako dan perlengkapan sekolah anak.
“Tidak ada juga potongan saat terima bantuan pangan non tunai, Rp600.000 per tiga bulan ya pas, tidak ada kurang tidak ada lebih,” ujarnya, dilansir dari laman resmi BPKP, Selasa (28/11/2023).
Sementara itu, di momentum peringatan Hari Otsus 2023, Pemprov PBD menyerahkan bantuan program kemiskinan ekstrem dan penanganan stunting. Pernyerahan dilakukan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Papua Barat Daya.
Pj Gubernur PBD mengatakan, pelaksanaan Otsus Papua sudah berlangsung selama 22 tahun. Menurutnya, prioritas penekanan Otsus tertuju pada pencapaian kesejahteraan orang asli Papua (OAP), terutama masalah pendidikan dan kesehatan serta masalah kemiskinan ekstrem dan stunting.
Diketahui, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya pada tahun 2023 mengalokasikan dana Rp 112 miliar untuk penanggulangan stunting dan pemanfaatan dana Otsus di Papua Barat Daya juga diwujudkan melalui program Paitua, yakni program perlindungan jaminan hari tua bagi masyarakat PBD yang berusia lanjut 65 tahun ke atas dengan total anggaran Paitua sebesar Rp 40 miliar. (UWR)