MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Papua Barat berinisial PLS bersama dua pemeriksa BPK yakni AH dan DP ditetapkan sebagai tersangka oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oknum pejabat BPK ini ditetapkan tersangka pasca KPK melakukan OTT (operasi penangkapan tangan) terhadap Pj. Bupati Sorong pada 12 November 2023 lalu. Penetapan tersangka tersebut berujung keraguan publik Papua Barat yang mempertanyakan tentang pemberian opini terkait pemeriksaan keuangan di kabupaten/kota maupun provinsi Papua Barat.
Tanggapan dari masyarakat Papua Barat melalui pun menghangat di media sosial memperbincangkan kinerja BPK. Tanggapan itu diantaranya disampaikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIH Manokwari, Herzon A. Korwa yang turut mempertanyakan pemberian opini BPK kepada daerah.
Herzon Korwa menduga ada mafia dari kalangan oknum pejabat BPK yang melakukan praktik korupsi dalam pemberian opini kepada kabupaten dan provinsi Papua Barat terkait pemeriksaan keuangan negara di daerah dan sudah berjalan lama.
Seperti diketahui terdapat 4 jenis pemberian opini dari BPK yakni Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Opini Tidak Wajar (TW), Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Hal ini sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Adapun dua opini yang sering dibanggakan di daerah adalah WTP (wajar tanpa pengecualian) dan WDP (wajar dengan pengecualian). Namun kini OTT KPK terhadap Pj. Bupati Sorong, oknum anggota DPRD, dan oknum Kepala BPKAD serta 3 oknum pejabat BPK Perwakilan Papua Barat telah menumbulkan skeptis di masyarakat.
Menurut Herzon, kejadian ini membuka kecurigaan publik tentang praktik mafia melanggar hukum itu dilakukan berjamah di kubu BPK dan oknum terkait lainnya.
“Jadi selama ini kita mengikuti kinerja BPK sangat baik dan setiap akhir tahun BPK perwakilan Papua Barat selalu umumkan opini atas pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Tapi kejadian ini seolah menganggu kepercayaan masyarakat terhadap kinerja lembaga itu,” ucap Herzon.
Intelektual STIH Manokwari ini mengaku sangat menyayangkan sikap oknum pejabat BPK perwakilan Papua Barat yang semestinya profesional dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004.
Sementara itu, dalam konferensi persnya, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan duduk perkara kasus tersebut. Awalnya, berdasarkan kewenangan BPK dalam UU, berkewajiban melakukan pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Papua Barat, termasuk Papua Barat Daya. Kemudian, salah satu pimpinan BPK mengeluarkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Lebih lanjut, kata ketua KPK, dalam surat tersebut, diketahui komposisi personelnya yaitu PLS selaku penanggung jawab dan AH selaku pengendali teknis dan DP selaku tim dalam melakukan pemeriksaan kepatutuhan atas atas belanja daerah tahun 2022 dan 2023 di pemerintah Daerah Sorong dan instansi lainnya di Aimas termasuk Provinsi Papua Barat Daya.
Dari pemeriksaan PDTT di Papua Barat Daya, khususnya di kabupaten Sorong, diperoleh beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ironisnya lagi saat transaksi atas perjanjian dugaan suap dimaksud berpinda-pindah.
“Atas temuan tersebut, pada Bulan Agustus 2023 terjalin rangkaian komunikasi antara BS dan MS sebagai representasi dari YPM dengan DP dan AH yang juga representasi dari RPH,” jelasnya.
Firli menjelaskan, terkait teknis penyerahan uang dilakukan secara bertahap dan lokasinya berpindah-pindah, diantaranya di hotel yang ada di Sorong.
“Setiap penyerahan uang kepada DP dan AH selalu dilaporkan oleh BS dan MS ke YPM begitu juga kepada RPH,” jelasnya sembari menyebut istilah yang dipakai disepakati yakni “Titipan”.
Sebagai bukti permulaan awal, uang yang diserahkan dari YPM kepada AH dan DP serta RPH melalui BS dan MS sebesar Rp 940 juta dan satu buah jam tangan rolex.
“Sedangkan penerimaan sebagai bukti permulaan awal dari AH, DP dan RPH sebesar Rp 1,8 miliar,” katanya.
Para tersangka ditahan sejak 14 November 2023 hingga 20 hari ke depan di rumah tahanan negara KPK. Hingga berita ini diturunkan, tim penyidik lembaga antirasuah itu masih melakukan penggeledahan dan pemeriksaan di Kantor BPK Papua Barat. (WRP)