JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma memperjuangkan hadirnya pendidikan gratis di tanah Papua. Selaku Ketua Tim DPD RI dalam rangka pembahasan revisi UU Otsus, Filep mengusulkan sejumlah poin perubahan untuk mewujudkan pendidikan gratis tersebut melalui pembaruan regulasi Otsus.
Hasilnya, sebagaimana diketahui, Pasal 34 ayat (3) huruf e angka (2) huruf a UU Nomor 2 Tahun 2021 (UU Otsus Perubahan) menyebutkan bahwa penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional ditujukan untuk paling sedikit 30% untuk belanja pendidikan.
Selain itu, Pasal 36 UU Otsus Perubahan menegaskan juga bahwa penerimaan terkait dana perimbangan dari bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) minyak bumi dan gas alam (sebesar 70%) (disebut dengan Dana Bagi Hasil/DBH) dialokasikan sebesar 35% untuk belanja pendidikan.
“Bagi saya pendidikan gratis memang harus diperjuangkan. Fakta yang kita alami dan kita saksikan sendiri, setiap tahun keluarga-keluarga OAP mengalami kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya. Banyak anak-anak OAP yang putus sekolah karena keterbatasan finansial orangtua. Juga tidak mampu studi lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Anak-anak OAP terpaksa harus bekerja sampingan untuk membiayai sekolah dan kelanjutan pendidikan mereka,” ujar Filep kepada awak media, Jumat (17/11/2023).
Filep menambahkan, fakta ini ditambah dengan fakta lain berupa beban operasional pengelolaan dan pengembangan pendidikan oleh sekolah negeri maupun swasta yang sangat berat. Selain itu, pemerintah juga mengalami kesulitan dalam melaksanakan tata kelola pendidikan di daerah.
“Maka selaku Ketua Tim sekaligus akademisi pendidikan, kita wajib perjuangkan kejelasan pengaturannya baik dalam UU maupun dalam PP implementasinya. Ini semua kita lakukan supaya masa depan generasi Papua tidak lagi mengalami kesulitan pendidikan. Otsus ini menjamin anak-anak Papua untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Itulah yang membuat kita menentukan besaran alokasi anggaran pendidikan bagi daerah. Kini tinggal pengelola memanfaatkan dengan baik dan benar agar tepat sasaran,” katanya.
Lebih lanjut, Pace Jas Merah itu lantas memberikan perhitungan anggarannya secara rinci. Sebagai contoh dana pendidikan dari DBH Migas, apabila diambil sampel dari DBH Migas per kabupaten, maka dapat dihitung alokasi DBH Migas untuk Fakfak, Wondama, Kaimana, dan Pegunungan Arfak pada tahun 2022 sebesar Rp 29.553.535. Mengikuti perintah UU Otsus maka biaya pendidikan untuk masing-masing kabupaten tersebut adalah 35% dari DBH Migas yaitu Rp 10.343.737,25 miliar.
Kemudian, pada tahun 2023, transfer DBH Migas ke kabupaten-kabupaten ini mengalami kenaikan yaitu masing-masing sebesar Rp 66.472.906 miliar. Dengan demikian pembiayaan pendidikan dalam rangka Otsus ialah sebesar 35% dari DBH Migas yaitu Rp 23.265.517,1 miliar.
“Penambahan ini belum termasuk penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1.25% dari DAU Nasional yang ditujukan untuk pendanaan pendidikan sebesar 30% di atas,” sebut Filep.
Pimpinan Komite I DPD RI ini menekankan, dari jumlah dana yang sangat besar itu, oleh PP Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua, diwajibkan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat untuk menyelenggarakan pendidikan gratis bagi Orang Asli Papua (OAP). Hal ini diantaranya termuat dalam Pasal 4 ayat (3) PP Nomor 106 Tahun 2021 disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diberi Kewenangan Khusus dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
“Dalam bagian Lampiran dari PP ini, ditegaskan bahwa kewenangan Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam hal manajemen pendidikan adalah menyediakan pembiayaan pendidikan yang diprioritaskan untuk menjamin setiap OAP agar memperoleh pendidikan mulai PAUD sampai pendidikan tinggi, Tanpa Dipungut Biaya,” tegas Filep.
Untuk Provinsi Papua Barat, DAU yang telah ditentukan penggunaannya untuk pendidikan pada tahun 2023 adalah sebesar Rp 48.491.341 miliar. Kabupaten Fakfak sebesar Rp 53.171.344 miliar, Manokwari Rp 55.155.989 miliar, Teluk Bintuni Rp 43.780.836 miliar, Teluk Wondama Rp 48.167.399, Kaimana Rp 86.702.777 miliar, Manokwari Selatan Rp 31.630.001 miliar, dan Pegunungan Arfak Rp 37.261.747 miliar.
“Dana yang sangat besar ini sesungguhnya bisa membiayai pendidikan anak-anak OAP secara gratis mulai dari PAUD sampai sarjana. Lalu, kita periksa pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 9 huruf a PP Nomor 107 Tahun 2021, disebutkan bahwa penggunaan DBH Migas untuk belanja pendidikan provinsi/kabupaten/kota termasuk bantuan/hibah kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, lembaga keagamaan, LSM, dunia usasha yang memenuhi syarat. Di sini termasuk menyediakan fasilitas operasional pendidikan asrama. Hal ini berarti yayasan-yayasan penyelenggara pendidikan, yaitu yayasan yang dikelola OAP, wajib mendapatkan dana hibah atau bantuan,” papar Filep.
“Ini didukung oleh Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) PP 106 Tahun 2021 dimana disebutkan bahwa pemberian bantuan kepada masyarakat penyelenggara pendidikan memperhatikan status dan domisili penyelenggara pendidikan serta memprioritaskan pengurus dan peserta didik pada masyarakat penyelenggara pendidikan yang mayoritas berasal dari OAP,” tambahnya.
Tidak cukup sampai di situ, doktor hukum alumnus Unhas Makassar itu juga menerangkan, penerimaan dana Otsus yang bersifat umum misalnya di tahun 2023 sebesar Rp 388.319.231 miliar untuk Provinsi Papua Barat, juga digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pendidikan sesuai penjelasan Pasal 8 PP Nomor 107 Tahun 2021.
Perhitungan itu belum diambil penerimaan dan Otsus yang bersifat umum untuk setiap kabupaten. Fakfak sebesar Rp 62.125.453 miliar, Manokwari Rp 103.534.115 miliar, Teluk Bintuni Rp 53.216.803 miliar, Teluk Wondama Rp 61.803.675 miliar, Kaimana Rp 59.024.824 miliar, Manokwari Selatan Rp 55.295.000 miliar, dan Pegunungan Arfak Rp 89.335.572 miliar.
“Jadi intinya, tata kelola pendidikan gratis telah kita perjuangkan bersama dan kini diatur sedemikian rupa dan terperinci dalam UU Otsus jilid II dan peraturan pelaksananya. Tetapi soal keberhasilan implementasinya, kebijakan kepala daerah-lah yang sangat menentukan,” pungkas Filep.