BerandaDaerahFilep Ungkap Sejarah Permintaan 10 Persen DBH Migas untuk Masyarakat Adat

Filep Ungkap Sejarah Permintaan 10 Persen DBH Migas untuk Masyarakat Adat

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Peruntukan dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi pembangunan di Papua Barat kembali mendapat sorotan setelah diterimanya Dana Bagi Hasil (DBH) untuk setiap kabupaten/kota. Sebagaimana diketahui, dana Otsus dan DBH digunakan untuk pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat adat.

Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat adat, Senator Filep Wamafma mengingatkan masyarakat terutama generasi muda Papua Barat, tentang perjuangan memasukkan angka 10% dari DBH Migas bagi masyarakat adat.

“Supaya masyarakat Papua Barat terutama anak-anak muda paham, kenapa angka 10% dari DBH Migas bagi pemberdayaan masyarakat adat bisa diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua. Selaku Ketua Tim UU Otsus DPD RI dan Ketua Tim Pengusul angka 10%, saya tegaskan bahwa, pertama, eksistensi masyarakat adat diakui dalam Pasal 18 B ayat (2) Konstitusi, yang diperkuat dengan Pasal 28 I ayat (3) Konstitusi. Turunan dari amanat Konstitusi itu ada dalam UU Otsus, mulai dari Konsideran Menimbang sampai pasal-pasalnya. Dan itu saya perjuangkan implementasi nyatanya,” kata Filep saat diwawancarai (15/11/2023).

Kedua, UU Otsus yang lama, meskipun mengakui penghormatan pada masyarakat adat, namun tidak jelas implementasi atau praktiknya. Tidak ada wujud konkret dari pengakuan tersebut, apalagi dikaitkan dengan asas manfaat kehadiran Otsus bagi masyarakat adat. Sebagai Ketua Tim tentu saya berpikir keras bagaimana caranya supaya penghormatan pada masyarakat adat Papua dan Papua Barat itu bisa diwujud-nyatakan,” tambah Filep.

Anggota Komite I DPD RI ini pun menyampaikan bahwa dalam rapat bersama kementerian terkait, angka 10% dari  DBH Migas akhirnya berhasil diusulkan untuk pemberdayaan masyarakat adat.

“Jadi pada saat membahas alokasi anggaran dengan Kementerian Keuangan terkait DBH Migas, pada mulanya kita menaikkan anggaran pendidikan menjadi 40% dari DBH Migas. Kemudian dalam diskusi, saya dan tim mengusulkan 10% bagi masyarakat adat. Tinggal masing-masing provinsi dan kabupaten/kota menghitungnya dari DBH Migas sebesar 10% bagi pemberdayaan masyarakat adat,” ujarnya,

“Walaupun besarannya berbeda karena ada pertimbangan daerah penghasil Migas, namun perintah UU Otsus periode kedua ini sudah sangat jelas peruntukkannya bagi pemberdayaan masyarakat adat, yaitu di Pasal 36 ayat (2) huruf d. Ini belum termasuk di pengaturan di Pasal 34 ayat (3) huruf 3 angka 1 butir b, yang menegaskan penerimaan umum setara dengan 1% plafon DAU nasional diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan OAP dan penguatan lembaga adat,” tegas Filep.

Senator Papua Barat ini lantas merincikan, kabupaten Fakfak, Manokwari, Teluk Wondama, Kaimana, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak masing-masing mendapat DBH Migas sebesar Rp 29.553.535 miliar, sedangkan Teluk Bintuni mendapat DBH Migas Rp 328.965.242 miliar.

Dari situ, lanjut Filep, bisa dihitung 10%-nya untuk masyarakat adat sehingga di tahun 2022, Fakfak, Manokwari, Teluk Wondama, Kaimana, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak masing-masing memiliki dana sebesar Rp 2.955.353,5 miliar untuk masyarakat adat dan masyarakat adat di Teluk Bintuni mendapat Rp 32.896.524,2 miliar.

Kemudian, di tahun 2023, Fakfak, Teluk Wondama, Kaimana, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak masing-masing mendapat DBH Migas sebesar Rp 66.472.906 miliar, sedangkan Manokwari Rp 28.557.781 miliar dan Teluk Bintuni dapat DBH Migas Rp 709.862.189 miliar. Artinya, masyarakat adat di Fakfak, Teluk Wondama, Kaimana, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak mendapat Rp 6.647.290,6 miliar, masyarakat adat di Manokwari mendapat Rp 2.857.778,1 miliar dan masyarakat adat di Teluk Bintuni mendapat Rp 70.986.218,9 miliar.

“Angka tersebut menurut saya sangat fantastis bagi masyarakat adat. Sebagai Ketua Tim yang terlibat secara langsung dalam perumusan sampai pengesahan UU Otsus ini, saya berharap agar kita sadar bahwa SDA adalah milik masyarakat adat. Jadi tujuannya jelas yaitu untuk mengangkat harkat martabat masyarakat adat Papua sekaligus pengakuan akan eksistensinya di hadapan negara. Maka mari didistribusikan secara transparan, baik dan benar agar masyarakat adat turut merasakan hasil perjuangan ini,” pungkas Filep.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru