PAPUA BARAT, JAGAMELANESIA.COM – Hiruk pikuk pendaftaran PNS dan PPPK masih terjadi dalam beberapa hari belakangan ini. Khusus untuk guru-guru honorer, pendaftaran seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) nampaknya kini menjadi favorit bagi para pelamar.
Sebagaimana diketahui, seleksi PPPK guru memang ditujukan untuk mengatasi masalah jumlah guru honorer sekaligus mewujudkan program satu juta guru. Akan tetapi nasib berbeda justru dialami oleh para guru honorer swasta di Papua. Pasalnya, kuota pendaftaran guru PPPK terserap habis untuk honorer negeri. Hal ini disampaikan oleh para guru honorer swasta kepada Senator Filep Wamafma, Rabu (11/10/2023).
“Saya turut bersimpati terhadap apa yang dialami para guru ini. Dedikasi dan pengabdian mereka yang luar biasa ternyata belum mendapat apresiasi yang optimal dari Pemerintah. Sesungguhnya, hati dan pikiran saya ada bersama mereka. Jadi begini, kita sama-sama paham bahwa kesejahteraan guru negeri itu umumnya lebih bagus, makanya semua guru honorer mau menjadi guru PNS atau minimal PPPK. Persoalan ini harus dicari solusinya,” kata Filep saat wawancara dengan awak media.
“Kita ingat Perpres Nomor 98 Tahun 2020 misalnya melindungi guru-guru PPPK untuk kesejahteraannya. Nah sekarang bagaimana dengan nasib guru honorer swasta yang sudah lama bekerja? Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan, harus memperhatikan Guru-Guru Honorer di Sekolah Swasta yang telah mengabdi lama sesuai data DAPODIK, terutama mereka yang mengabdi di Daerah Terpencil, di sekolah-sekolah Yayasan. Saya mendapat informasi bahwa formasi pendaftaran PNS telah terserap habis oleh guru-guru honorer sekolah negeri. Ini kan berarti ada masalah terkait kuota dan alokasi,” kata Filep lagi.
Lebih lanjut, Doktor Hukum alumnus Universitas Hasanuddin ini menyoroti perhatian pemerintah dalam konteks kebijakan Otsus di wilayah Papua.
“Dalam kacamata Otsus, Pasal 9 PP Nomor 107 Tahun 2022 menyatakan bahwa 30% dana Otsus adalah untuk belanja pendidikan yang antara lain untuk beasiswa pendidik, tambahan penghasilan untuk pendidik hingga kesejahteraan pendidik. Bahkan di PP Nomor 106 Tahun 2021, sudah menjadi kewenangan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengajukan formasi pendidik,” jelasnya.
Filep mengingatkan, dalam PP tersebut juga disebutkan bahwa kewenangan Pemprov adalah menetapkan kebijakan afirmasi dalam rangka pemenuhan dan/atau peningkatan mutu pendidik.
“Hal inilah yang sebenarnya menjadi celah demi Otsus. Pemprov apakah sudah mengajukan kebijakan afirmasi ini? Menurut hemat saya, seharusnya Pemprov bergerak cepat mengajukan kebijakan afirmasi ini supaya ada pengusulan khusus dalam rangka Otsus,” tegas Pace Jas Merah ini.
“Dengan peristiwa ini, saya meminta Pemerintah Pusat maupun Pemprov dan Pemda, untuk melihat aspirasi para guru ini. Mereka juga ingin mengabdi sebagai ASN ataupun PNS di daerah sendiri meskipun mengabdi di Yayasan Swasta. Sekali lagi, tolong dimanfaatkan kebijakan afirmasi supaya ada peningkatan kesejahteraan bagi guru-guru honorer swasta di Papua dan Papua Barat,” ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, pimpinan Komite I DPD RI ini juga medukung wacana Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk mendorong pengangkatan guru di Papua guna mengakomodasi masih banyaknya guru yang belum diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS), karena belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.
“Makanya nanti pemerintah (pusat) harus memberikan afirmasi dalam pengangkatan guru bagi mereka yang hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tapi sekali lagi pengangkatannya dengan syarat tertentu,” kata Wapres, dalam kunjungan kerjanya di Jayapura, Selasa (10/10/2023).
Menurut Filep Wamafma, kebijakan afirmasi dan langkah pengaturan yang taktis serta tepat menyentuh akar permasalahan inilah yang diperlukan sebagai respons cepat pemerintah dalam menjawab permasalahan kurangnya tenaga guru dan jaminan kesejahteraan bagi mereka. Terlebih untuk mendukung upaya percepatan peningkatan mutu pendidikan di tanah Papua.