BerandaDaerahMasyarakat Adat Tolak Investor Asing, Anak Muda se-Tanah Papua Desak Semua Izin...

Masyarakat Adat Tolak Investor Asing, Anak Muda se-Tanah Papua Desak Semua Izin Eksploitasi yang Merugikan Dicabut

JAGAMELANESIA.COM – Suara penolakan terhadap masuknya investor asing ke wilayah adat masyarakat Papua kembali mengemuka. Pada Sabtu (7/10/2023), masyarakat adat di Distrik Yafi dan Distrik Web, Kabupaten Keerom, mengadakan aksi damai dan dengan tegas menolak investor asing di daerahnya.

Mereka menolak hadirnya tambang emas milik PT Saweri Gading International Group. Penolakan disampaikan kepada Bupati Keerom, Piter Gusbager, saat kunjungan kerjanya di Kampung Amgotro, Distrik Yafi, Kabupaten Keerom. Sejumlah masyarakat nampak membentangkan spanduk yang mewakili aspirasi mereka.

“Masyarakat adat Suku Emum, Dla, Yefta, Avi Kabupaten Keerom menolak hadirnya tambang emas oleh PT Saweri Gading Intenasional Grup di wilayah adat Suku Emum, Dla, Yefta, Avi Distrik Web, Yaffi-Towe Kabupaten Keerom, Provinsi Papua,” bunyi tulisan pada spanduk tersebut.

Tokoh Adat Suku Dra, Kornelis Watae menegaskan, masyarakat saat ini mengharapkan Pembangunan, bukan aktivitas pertambangan yang dapat merusak hutan dan alam masyarakat adat.

“Yang kami butuh saat ini adalah pembangunan bukan investor yang menghadirkan pertambangan,” tegasnya, dikutip dari Ceposonline.com, Minggu (8/10/2023).

Hal yang sama juga disampaikan Ketua 3 Dewan Adat Keerom sekaligus salah satu pemilik hak ulayat, Primus Pangguem bahwa pernyataan sikap yang dilakukan oleh masyarakat adat saat ini adalah sebuah kesepakatan bersama dan sepakat untuk menolak hadirnya investor asing.

“Sebagai salah satu pemilik ulayat, saya tegaskan untuk menolak keras, kesepakatan ini yang kami bawa untuk disampaikan kepada bupati,” ujarnya.

Di kesempatan itu, Sekretaris Dewan Adat Suku Emem dan Dra, Kristofel Pangguem, menyampaikan bahwa pertemuan yang diselenggarakan Dewan Adat Suku beberapa waktu lalu secara legal hukum sudah resmi.

Dia juga mengingatkan agar oknum tokoh-tokoh adat tidak mengintervensi untuk terlibat dalam aktivitas tambang yang terjadi di wilayah mereka. Pihaknya juga sudah melayangkan surat penolakan kepada pemerintah daerah.

Aspirasi ini pun diterima oleh Bupati Keerom, Piter Gusbager. Dia memintaDewan Adat dan Lembaga Adat lainnya untuk segera melakukan konsolidasi dengan DPRD Keerom guna memastikan tidak ada aktivitas ilegal  atau investor yang masuk di daerah ini tanpa izin pemerintah daerah.

Tak ketinggalan, kaum muda se-tanah Papua turut menyuarakan kehendak masyarakat adat Papua terkait permasalahan lingkungan hingga pengakuan terhadap masyarakat adat di tanah Papua.

Pada 22 September 2023, lebih dari 100 anak muda adat Papua berkumpul di hutan desa milik masyarakat adat Knasaimos di Kampung Manggroholo-Sira, Distrik Saifi, Sorong Selatan. Di hutan desa pertama di Papua ini, mereka mengikuti kegiatan kemah anak muda adat atau Forest Defender Camp yang diselenggarakan Greenpeace Indonesia berkolaborasi dengan Sadir Wet Yifi dan Bentara Papua.

“Melalui kegiatan FDC ini, kami ingin anak-anak muda adat di Tanah Papua menjadi ujung tombak untuk menjawab permasalahan lingkungan, terutama mendorong pengakuan pemerintah terhadap kami punya wilayah adat dan hak-hak kami sebagai masyarakat adat,” kata Ketua Sadir Wet Yifi Frengky Sremere dalam keterangan pers Greenpeace Indonesia.

Adapun Sadir Wet Yifi, berasal dari bahasa suku Tehit yang berarti ‘suara anak muda’, adalah komunitas anak-anak muda adat Knasaimos. Hadir dalam kegiatan ini anak-anak muda dari Sorong Raya, yakni Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Maybrat, Tambraw, Raja Ampat, Pegunungan Arfak, Manokwari, Boven Digoel, Bintuni, Jayapura, hingga Merauke. Sebagian dari mereka datang dari komunitas masyarakat adat yang terdampak ekspansi industri ekstraktif ke Tanah Papua.

“Kami senang hadir di kegiatan FDC ini. Anak-anak muda adat dari berbagai wilayah bisa duduk bersama untuk bicara permasalahan yang ada di Tanah Papua, terutama terkait dengan wilayah adat kami, lalu mencari solusi bersama untuk menjaga kelangsungan hutan dan tanah adat Papua dari Sorong sampai Merauke. Kami akan pulang dengan pengetahuan yang kami dapat untuk membangun gerakan di kampung adat kami masing-masing,” kata Orpa Novita Yoshua, perempuan muda adat dari suku Namblong yang berjuang melawan perusahaan sawit PT Permata Nusa Mandiri di Jayapura. 

Pada kesempatan ini, Anak Muda Adat se-tanah Papua menyerukan sejumlah poin yaitu

  1. Mendesak pemerintah untuk mencabut semua izin eksploitasi sumber daya alam di Tanah Papua yang merampas ruang hidup dan merugikan masyarakat adat
  2. Mendesak pemerintah pusat dan DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berpihak kepada masyarakat adat
  3. Mendesak partai politik dan para pemimpin, termasuk calon presiden dan calon wakil presiden untuk memberikan pengakuan secara utuh kepada masyarakat adat
  4. Mendesak pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Tanah Papua yang belum memiliki regulasi pengakuan, pelindungan, dan penghormatan hak-hak masyarakat adat untuk segera menyusun regulasi tersebut dengan melibatkan partisipasi masyarakat adat dan publik secara luas
  5. Mendesak pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Tanah Papua yang sudah memiliki regulasi pengakuan, pelindungan, dan penghormatan hak-hak masyarakat adat untuk segera mengimplementasikannya
  6. Mendesak pemerintah daerah mengalokasikan dana khusus untuk pemetaan wilayah-wilayah adat
  7. Mendesak para pemimpin di Tanah Papua, baik pemimpin pemerintahan, politik, tokoh agama, dan adat untuk lebih menunjukkan keberpihakan terhadap masyarakat adat di Tanah Papua. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru