JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Sejumlah massa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Peduli Kabupaten Puncak, Papua Tengah mengadakan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (25/9/2023).
Melalui demonstrasi ini, kelompok mahasiswa tersebut menyuarakan tuntutan yang meminta bahwa Penjabat (Pj) Bupati Puncak harus putra daerah. Hal ini disebut sesuai dengan amanat kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua untuk memprioritaskan Orang Asli Papua (OAP) sebagai Pj Bupati Puncak.
“Kami masyarakat Puncak menolak dengan tegas Pejabat Bupati Non-OAP. Dan kami tidak mau oleh orang bukan asli Puncak,” kata koordinator massa pengunjuk rasa, Siprianus Tabuni, dikutip dari Sindonews, Senin (25/9/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Tabuni juga menegaskan pihaknya mendukung surat persetujuan dari semua elemen yakni ketua LMA, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan yang mengusung Pj Bupati melalui DPRD Kabupaten Puncak.
Adapun tiga nama yang diusulkan melalui surat keputusan DPRD Kabupaten Puncak yakni, Nenu Tabuni, Yopi Murib dan Sekda Puncak, Darwin Tobing. Di hari yang sama, permintaan serupa juga disuarakan oleh masyarakat Puncak dengan melakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Papua Tengah.
Massa diterima langsung oleh Pj Sekda Provinsi Papua Tengah Anwar Harun Damanik. Anwar mengatakan, aspirasi yang diterima Pemerintah Provinsi Papua Tengah, di hari itu juga akan sampai ke Jakarta.
Dia menuturkan bahwa Pemerintah Provinsi Papua Tengah mengusulkan tiga nama yang sama dengan yang diusulkan oleh DPR Kabupaten Puncak ke Kemendagri.
”Ada tiga hal dalam pengusulan pejabat Bupati yaitu pertama oleh DPR di Kabupaten, Kedua oleh Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur dan Ketiga oleh Kemendagri. Kita hanya menyampaikan selanjutnya adalah penilaian oleh Jakarta,” ungkap Anwar.
Sementara itu, masalah pengangkatan penjabat kepala daerah hingga kini masih menuai persoalan di tengah publik. Terbaru, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Komisi II DPR RI untuk mengajukan Hak Interpelasi kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Permasalahan Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah ini.
Adapun hak Interpelasi adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, dan Firma Themis Indonesia, menyambangi Komisi II DPR RI untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait permasalahan pengangkatan Penjabat Kepala Daerah pada Selasa, 19 September 2023.
Dalam siaran persnya, di kesempatan RDPU itu, Koalisi Masyarakat Sipil memaparkan sejumlah persoalan. Pertama, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga saat ini tidak kunjung patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman RI (ORI).
“Bagaimana tidak, MK dan ORI memandatkan bahwa pengaturan teknis mengenai Penjabat membutuhkan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah, bukan Peraturan Menteri Dalam Negeri,” dikutip Selasa (26/9/2023).
Kedua, Kemendagri dinilai tidak tunduk pada putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait sengketa informasi dengan ICW. Putusan KIP mewajibkan Kemendagri untuk membuka dokumen penjaringan calon penjabat, usulan dan saran terkait kandidat penjabat, pertimbangan sidang Tim Penilai Akhir calon Penjabat, dan rekam jejak serta latar belakang kandidat Penjabat.
“Ketiga, penunjukan penjabat yang dilakukan oleh Kemendagri sarat akan konflik kepentingan. Sebab, dalam penelusuran ICW, lebih dari 100 penjabat teridentifikasi rangkap jabatan pada lembaga negara,” sebutnya.
Keempat, pengangkatan penjabat tidak memperhatikan aspek integritas, terutama kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Catatan ICW, terdapat 55 orang penjabat yang tidak patuh dalam melaporkan LHKPN.
Kelima, penunjukan Pj Kepala Daerah yang dilakukan oleh Kemendagri jauh dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang mensyaratkan adanya proses yang transparan dan akuntabel. Sejauh ini, Mendagri tidak pernah menjelaskan kepada publik terkait alasan pemilihan, penjaringan terhadap sejumlah nama dan partisipasi publik yang sudah dilakukan.
Atas sengkarut permasalahan ini, Koalisi Masyarakat Sipil kembali menegaskan untuk mendesak Komisi II DPR RI segera mengajukan Hak Interpelasi kepada Mendagri untuk memperdalam keganjilan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah ini. (UWR)