BerandaDaerahPertanyakan IUPHHK PT. Wijaya Sentosa, Maikel: Itu Berlaku di Wondama, Kenapa Bisa...

Pertanyakan IUPHHK PT. Wijaya Sentosa, Maikel: Itu Berlaku di Wondama, Kenapa Bisa Masuk ke Teluk Bintuni?

BINTUNI, JAGAMELANESIA.COM – Pemuda suku Kuri Maikel Werbete mempertanyakan izin perusahaan yakni IUPHHK yang terpasang pada papan PT Wijaya Sentosa. Pasalnya, menurut Maikel, pada papan itu disebutkan areal konsesi perusahaan berada di Kabupaten Teluk Wondama, namun justru juga memasuki wilayah Kabupaten Teluk Bintuni.

“Saya mempertanyakan izin IUPHHK yang terpasang pada PT. Wijaya sentosa itu berlaku di Kabupaten Teluk Wondama, kenapa bisa masuk sampai ke Teluk Bintuni? Kapan sosialisasinya?” ujar Maikel pada media ini, Sabtu (23/9/2023).

“Saya tegaskan lagi, kami harus pertanyakan izin IUPHHK yang terpasang di logpon PT. WS ini areal konsesinya ada di wilayah Kabupaten Teluk Wondama, kenapa bisa beroprasi hingga kabupaten Teluk Bintuni? Yang jelas saya selaku masyarakat adat pertanyakan hal ini dan ini ada apa kok Pemda dan dinas terkait tidak sampaikan dan tidak izin kepada kita masyarakat adat khususnya yang berada di dataran Kuri di distrik Kuri, kabupaten Teluk Bintuni?” katanya lagi.

Selain itu, Maikel mengatakan selama ini tidak ada sosialisasi dan masyarakat adat yang berada di RKT 2014 hingga 2023 tidak pernah membicarakan hal ini dengan perusahaan, bahkan masyarakat tidak pernah menandatangani MoU dengan perusahaan.

“Jika hari ini perusahaan bisa beroprasi itu karena ada MoU tahun 2012 yang tidak pernah direvisi dan disosialisasikan kepada marga-marga yang berdampingan di tanah Kuri. Bahkan ketika saya berada bersama beberapa tua marga yang ada, mereka menyampaikan kepada saya bahwa mereka tidak pernah tanda tangan ini surat MOU itu,” jelasnya.

“Bahasa yang perusahaan sampaikan adalah mereka sudah punya izin dari Kementerian Kehutanan dan mereka juga mengklaim daerah konsesi hutan tebangan mereka sampai ke kabupaten Teluk Bintuni yakni distrik Kuri. Pertanyaannya siapakah yang semena-mena mengklaim hutan adat kami, apakah pemerintah ataukah internal perusahaan sendiri atau oknum-oknum tertentu sehingga mengabaikan masalah sosial kemasyarakatan dan merusak semua habitat hutan adat kami. Ini benar benar sebuah pelanggaran besar, pelanggaran HAM karena sudah merusak sumber mata pencaharian masyarakat adat, jadi mau tidak mau harus diganti rugi semua pengaduan masyarakat adat,” tegas Maikel.

Lebih lanjut, Maikel juga mempertanyakan perihal ganti rugi atas rusaknya hutan adat mereka dan terkait keberadaan dana bagi hasil hutan kayu, termasuk langkah reboisasi hutan yang rusak tersebut.

“Kenyataannya tidak ada. Mari kita jujur pada diri sendiri masyarakat adat melalui hutan adatnya memberikan pajak kepada negara dan apa yang negara berikan kepada masyarakat adat terutama kepada daerah terdampak,” tutup Maikel Werbete. (MW)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru