PAPUA, JAGAMELANESIA.COM – Kelompok masyarakat adat Marind dari Marga Samkakai di Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, bertindak melakukan ‘Palang Adat’ menjatuhkan sanksi hukum adat terhadap anak perusahaan Korindo, PT Dongin Prabhawa, yang beroperasi di daerah Mam, pinggir Kali Digoel, Selasa (29/8/2023).
Sanksi palang adat tersebut dilakukan karena perusahaan dinilai telah melakukan pelanggaran yakni merusak hutan dan mengembangkan kebun pada tempat dengan nama lokal Tabul Epe. Masyarakat pun memerkarakan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang belakangan diketahui mengembangkan lahan kelapa sawit berada di luar HGU.
“Pada 6 Agustus 2023, perusahaan menggusur dan mengubur tanaman kelapa sawit diluar HGU yang sudah ditanam sejak 2017 dan telah dipanen. Luas penggusuran diperkirakan sekitar satu kilometer dengan lebar 500 meter,” dikutip dari laman resmi Pusaka, Kamis (31/8/2023).
Kepala marga Samkakai, Yohanis Samkakai bersama puluhan anggota marga, menancapkan palang adat terbuat dari kayu diberi warna, pucuk daun kelapa dan beberapa tanaman adat, ditancapkan di pagar halaman kantor Divisi XII PT Dongin Prabhawa, disertai ucapan ritual adat Marind.
Masyarakat nampak membentangkan tikar adat dan menduduki halaman depan kantor Divisi XII. Palang Adat juga pernah dijatuhkan masyarakat pemilik tanah di lokasi pabrik CPO ketiga PT Dongin Prabhawa pada Mei 2023.
Menurut Yohanis, sekitar tahun 2016, masyarakat menolak rencana perkebunan sawit di wilayah adat tersebut dan melakukan pemalangan. Tahun 2017, namun perusahaan tidak mengindahkan sikap penolakan masyarakat dan tetap menggusur dan mengembangkan kebun di Tabul Epe.
“Perusahaan telah melakukan penanaman melewati batas HGU. Kami masyarakat sudah pernah melakukan audiensi dan berkomunikasi dengan pihak perusahaan sebanyak 4 kali untuk dapat segera mengambil tindakan penyelesaian terhadap pelanggaran tersebut. Kami masyarakat adat meminta ganti rugi berupa uang tetapi tidak bisa dijawab,” kata Yohanis Samkakai.
Oleh sebab itu, Marga Samakakai menuntut tanggung jawab perusahaan membayar sanksi kerugian dan kompensasi atas tanah dan hutan adat yang hilang sebesar Rp. 5,3 miliar dan sanksi pembukaan palang adat sebesar Rp. 300 juta. Namun perusahaan belum menanggapi.
Sementara itu, menurut keterangan General Manager PT Tunas Sawa Erma, Jimmy Senduk, bahwa awalnya perusahaan menanam pohon sawit berdasarkan batas HGU dari Badan Pertanahan Nasional.
Namun setelah pengukuran kembali oleh pihak kehutanan dan keluar keputusan batas HGU yang notabene begeser masuk ke dalam, perusahaan ikut batas kehutanan supaya tidak jadi persoalan kedepannya.
Pengembangan kebun tanpa izin HGU ini dinilai telah melanggar hukum negara, merugikan keuangan negara karena tidak melaksanakan kewajiban keuangan pada negara (ICW, 2011) dan merugikan aset masyarakat adat. (UWR)