JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Pembahasan rencana pembangunan smelter baru PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua sudah masuk tahap finalisasi. Pembangunan smelter di Papua ini disebut menjadi salah satu syarat yang diminta oleh pemerintah dalam perpanjangan kontrak Freeport usai 2041.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Meski begitu, menurutnya, lokasi pembangunan smelter tersebut masih belum ditentukan di Papua bagian mana.
“Iya itu sekarang ini tinggal finalisasi. Tempatnya kita belum putuskan dimana, tapi yang jelas di Papua,” kata Bahlil, dikutip Rabu (30/8/2023).
Bahlil mengatakan, proses pembahasan proyek smelter di Papua sudah hampir tuntas. Dirinya menargetkan setidaknya dalam tahun ini sudah ada keputusan terkait proyek ini.
“Ya sedikit lagi lah. Gambarannya insyaallah baik, ya tidak lebih dari tahun ini,” ujar Bahlil menambahkan.
Saat ini PTFI sedang berfokus menuntaskan dua proyek pengolahan yakni proyek pertama Smelter Manyar, Gresik untuk kapasitas pengolaan konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton per tahun. Kemudian, PTFI juga sedang melaksanakan penambahan kapasitas untuk smelter yang dikelola PT Smelting dari 1 juta ton menjadi 1,3 juta ton per tahun.
Di kesempatan sebelumnya, Bahlil menyebutkan rencana atau skenario untuk pembangunan smelter dalam rangka memastikan nilai tambah atau hilirisasi tembaga dari PTFI dapat berdampak efektif bagi masyarakat lokal.
Diantaranya yakni dengan meningkatkan kembali produksi konsentrat tembaga PFTI yang selanjutnya dapat dimurnikan dan diolah lebih lanjut di smelter Papua. Menurutnya, peningkatan produksi bijih tembaga mesti dilakukan untuk membuka smelter baru di Papua.
Tak hanya itu, Bahlil juga menanggapi pernyataan terkait estimasi cadangan nikel Indonesia semakin menipis. Kementerian ESDM menyebutkan estimasi cadangan nikel RI hanya cukup untuk 15 tahun tergantung pada laju konsuminya.
Bahlil Lahadalia mengatakan, terkait hal itu belum ada kajian teknis untuk menyatakan cadangan nikel RI hanya cukup sampai 15 tahun.
“Belum ada satu kajian teknis yang menyatakan bahwa 15 tahun itu kan baru persepsi saja,” kata Bahlil usai acara diskusi ‘Membangun Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik’ di Jakarta Selatan, Selasa (29/8/2023).
Sebaliknya, dirinya menyebutkan bahwa saat ini cadangan nikel Indonesia di Papua sangat melimpah. Oleh sebab itu, ia meminta agar persoalan cadangan nikel di Indonesia tidak perlu dikhawatirkan.
“Jadi saya enggak yakin 15 tahun, masih banyak. Di Papua itu masih banyak nikel. Jadi saya pikir bahwa apa yang dikhawatirkan 15 tahun itu enggak benar,” katanya.
Sebelumnya, Staf Khusus Percepatan Bidang Tata Kelola Minerba Kementerian ESDM, Irwandy Arif menjelaskan, terdapat beragam perhitungan mengenai cadangan nikel Indonesia. Menurutnya, ada sejumlah pihak yang mengatakan cadangan hanya cukup untuk 7 tahun, 10 tahun, bahkan 15 tahun tergantung laju konsuminya.
“Lamanya cadangan nikel ini tergantung juga penemuan cadangan baru dari eksplorasi. Jadi namanya dinamika itu terjadi, tidak pasti 7 tahun, ada perkembangan-perkembangan,” ujarnya, dikutip dari kontan.co.id, Jumat (18/8/2023).
Menurut perhitungan Kementerian ESDM sendiri, secara kasar cadangan nikel di Indonesia masih cukup untuk 10 tahun hingga 15 tahun mendatang tergantung eksplorasi dan penemuan cadangan baru. Selain itu, banyaknya cadangan mineral juga tergantung pada pemanfaatan nikel limonite selain saprolite. (UWR)