MANOKWARI, JAGAMELANESIA.COM – Wakil Ketua Komite I DPD RI Dr Filep Wamafma, S.H., M.Hum., C.L.A menjadi pembicara dalam wawancara eksklusif bersama Tribun Papua Barat, Sabtu (12/8/2023). Wawancara yang ditayangkan secara langsung dalam akun YouTube Tribun Papua Barat Official itu bertemakan ‘Otsus dan Pemekaran dari Perspektif Senator Papua Barat’.
News Vice Director Tribun Network, Domu D. Ambarita yang memandu wawancara ini membuka perbincangan dengan memaparkan situasi di Papua Barat aman dan kondusif sekaligus menepis kekhawatiran terhadap pengunjung dari luar Papua tentang malaria yang telah menjadi endemik di Papua Barat.
Menyambut hal itu, Filep Wamafma menyatakan, pencegahan dan penanganan terhadap malaria telah berjalan efektif di Papua Barat. Sehingga menurutnya tidak perlu ada kekhawatiran akan terjangkit malaria lantaran tenaga medis terutama dokter di Papua sangat sigap mengatasi masalah endemik malaria.
Masuk kepada tema utama, Domu membahas tentang pemberlakuan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) di tanah Papua. Dia mempertanyakan apakah dampak dan kontribusi dana Otsus terhadap masyarakat Papua sama besarnya dengan besaran dana Otsus yang disalurkan ke Papua dari tahun ke tahun.
Menanggapi pertanyaan itu, Filep menyebutkan bahwa pada dasarnya keberhasilan Otsus bergantung pada implementasinya di daerah. Menurutnya, hadirnya Otsus memiliki tujuan yang baik untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Papua, terutama OAP dengan secara umum meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ia menerangkan, UU Otsus juga telah mengatur secara terperinci tentang sejumlah kekhususan bagi Papua, termasuk dana Otsus yang besarannya bertambah pada UU Otsus Perubahan dan juga pemekaran yang dapat dilakukan meski moratorium pemekaran secara nasional masih berlaku.
“Keberhasilan implementasi Otsus di daerah itu bergantung kepada pengelolanya yaitu pemerintahan daerah, apakah ketentuan yang ada dalam UU Otsus itu dilakukan dengan tepat dan sesuai. Lalu, akibat dari 20 tahun pertama Otsus tidak maksimal, maka publik kita tidak percaya kepada UU Otsus. Saat kita pembahasan RUU Otsus periode (jilid) kedua, itu publik menolak karena merasa tidak merasakan anggaran yang besar itu, misalnya pendidikan, kesehatan tidak berdampak pada layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Faktanya, kita masih jauh dari statistik nasional,” ujar Filep.
Domu lantas menanyakan perihal akar masalah implementasi Otsus yang tidak berdampak siginifikan bagi kesejahteraan masyarakat Papua. Ia pun menyinggung nama sejumlah pejabat kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten yang saat ini sedang terjerat kasus dugaan korupsi dan dalam penanganan KPK RI.
Filep menanggapi hal itu dan menyampaikan bahwa manajemen atau tata kelola dana Otsus di daerah belum sepenuhnya terstruktur dengan rapi, sedangkan dana Otsus yang digelontorkan ke daerah sangat besar. Menurutnya, pejabat daerah belum banyak memahami tentang filosofi dasar Otsus sehingga penganggarannya belum sesuai dengan peruntukan dalam UU Otsus.
“Dana Otsus didistribusikan ke daerah, baik ke provinsi maupun kabupaten/kota, Praktiknya, peruntukan dana Otsus justru lebih banyak kepada penguatan kelembagaan, belanja barang, belanja jasa, perjalanan dinas, dan lainnya. Sementara yang dibutuhkan rakyat kita bukan itu, sekarang bagaimana anak-anak Papua itu bisa sekolah, dari baju, sepatu sampai makannya itu harus bergizi untuk bersekolah,” ujarnya.
“Sampai saat ini, masih banyak para orangtua yang mengeluh kepada kita tentang kendala biaya sekolah. Padahal di era Otsus harusnya tidak boleh ada lagi orangtua yang mengeluh tentang biaya pendidikan karena dijamin oleh UU, ada anggarannya, ada afirmasi harusnya. Bahkan pendidikan dasar sampai kuliah itu harusnya gratis, karena aturannya begitu ada di UU dan Peraturan Pemerintah,” jelas Filep.
Dalam kesempatan itu, Filep berharap, adanya diskusi tentang Otsus memberikan masukan bagi pimpinan daerah agar melaksanakan amanah UU Otsus lebih baik lagi untuk menjawab kebutuhan rakyat Papua.
“Saya menyarankan kepada pengambil kebijakan di daerah untuk melaksanakan pelayanan pemerintah lewat implementasi Otsus yang menjawab kebutuhan rakyat Papua tanpa harus menunggu lama. Maka ketika amanah Otsus tidak dilaksanakan, pengelolaan Otsus bisa dikatakan gagal dan tidak berdampak signifikan bagi OAP,” ujar Filep.