PAPUA BARAT, JAGAMELANESIA.COM – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum Pejabat Pemprov Papua Barat kini telah naik status ke penyidikan. Status peniyidikan ini ditetapkan berdasarkan hasil gelar perkara bahwa perbuatan terduga pelaku memenuhi unsur sesuai UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK).
Hal itu diungkapkan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadirkrimum) Polda Papua Barat, AKBP Robertus A Pandiangan.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap saksi/korban dan alat bukti yang diperoleh, bahwa perkara dugaan terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan korban atas saudari (CR) yang dilakukan oleh saudara (LI) telah memenuhi unsur dan untuk peningkatan status perkara dapat dinaikkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan,” ucap AKBP Robertus Pandiangan dikutip dari Jubi, Sabtu (20/5/2023).
Robertus menyebut, pihak penyidik telah mendapat beberapa alat bukti petunjuk berdasarkan keterangan saksi korban yakni CR yang akan diperkuat dengan kesaksian tambahan dari dua orang saksi lainnnya.
“Laporan dugaan pelecehan seksual tidak bisa dilakukan Restoratif Justice, dengan demikian, kita lakukan gelar perkara untuk meningkatkan status laporan,” katanya.
Teranyar, oknum pejabat Pemprov yakni LI telah memenuhi panggilan pemeriksaan Polda Papua Barat pada Selasa (23/5/2023). LI diperiksa sebagai saksi dengan pemeriksaan yang berlangsung di Ruang Pemeriksaan Khusus (RPK) Polda Papua Barat.
Perkara ini diproses berdasarkan laporan polisi (LP) Nomor: LP/B/100/V/2023/SPKT/Polda PB, tanggal 10 Mei 2023 dengan pelapor selaku korban berinisial CR. Adapun pasal yang digunakan sebagaimana dimaksud, Primair Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP Subsidair Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Seperti diketahui, kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, Polda Papua Barat menangani 97 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Dari jumlah itu, 83 persen diantaranya dapat diselesaikan.
Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni pada tahun 2021, terdapat 88 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak yang ditangani dan 86,5 persen diantaranya diselesaikan.
Oleh sebab itu, Polda Papua Barat saat ini terus menggencarkan langkah-langkah preventif guna menekan tinggi kasus tersebut. Diantaranya dengan melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan sebagai sarana edukasi agar kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak dan perempuan menjadi perhatian bersama.
Kegiatan sosialisasi ini menyasar langsung masyarakat dan organisasi untuk menyambung informasi dan memberikan pemahaman, dalam arti pengawasan di lingkungan rumah tangga sampai masyarakat.
Dengan begitu, diharapkan pula pengawasan pada anak lebih terjamin dalam mencegah terjadinya KDRT maupun kekerasan seksual. Terlebih anak merupakan aset bangsa yang harus dijaga tumbung kembangnya di lingkungan yang baik dan suportif. (UWR)