NARAMASA, JAGAMELANESIA.COM – Perahu tradisional di Papua memiliki sejarah panjang dan secara turun-temurun diwariskan ke generasi selanjutnya. Berangka tahun lamanya, produk budaya ini nyatanya masih ada dan menjadi moda transportasi idola bagi masyarakat Papua.
Hal ini diungkapkan oleh Efredire selaku pengrajin perahu kayu kajang di Kampung Naramasa, Distrik Kuri, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
“Perahu tradisional ini yang dalam bahasa Kuri disebut dengan nama Bradd, terbuat dari kayu dari hutan Papua. Satu pohon kayu dengan panjang sekitar 12 meter bisa menghasilkan 4 hingga 5 perahu, tergantung ukuran yang diminta pemesan,” ujarnya, Minggu (4/12/2022).
Efredire menjelaskan, perahu kayu ini juga dikerjakan secara tradisional dengan menggunakan alat-alat kerja yang sederhana seperti kapak kecil dan parang. Ia memanfaatkan bahan alam dan cara-cara manual-tradisional untuk menghasilkan perahu kayu yang berkualitas.
“Jadi bapak buat perahu ini hanya dengan menggunakan kapak dan parang. Untuk menghaluskan bapak menggunakan api sebagai pengganti kertas pasir. Dan cara menghaluskan badan perahu, bapak menggunakan daun sagu atau nipah kering lalu dibakar pada badan perahu hingga gosong berarang untuk selanjutnya di kerok menggunakan parang dan dibilas menggunakan air,” jelasnya.
“Hasilnya, perahu akan terlihat rapi dan tidak terlihat bekas-bekas potong dari kapak dan parang. Saya memang tidak memiliki alat-alat yang biasa digunakan untuk membuat perahu seperti diesel perahu, dan alat lain lagi seperti bor, gergaji dan amplas penghalus,” katanya lagi.
Terkait waktu pengerjaan, Efredire mengatakan, satu perahu dapat diselesaikan dalam waktu seminggu dalam kondisi ‘santai’ dan dapat dipercepat dengan jumlah pesanan tertentu dalam waktu 4 hari untuk satu perahu. Ia pun menyebutkan harga setiap unit perahu kayu yang dijualnya.
“Jadi perahu-perahu ini adalah pesanan dari warga Kampung Naramasa dan juga ada dari kampung-kampung sekitar. Satu perahu lengkap yakni dengan seman, saya hargai Rp.1.000.000,- Saat ini bapak sudah selesaikan pesanan orang ada tiga perahu,” ujarnya.
Terkait usaha yang dijalaninya ini, Efredire pun berharap pemerintah dapat memberi bantuan bagi para pengrajin perahu tradisional. Selain itu, pemerintah juga sudah semestinya memperhatikan warisan budaya asli Papua ini dengan beragam program.
Lebih lanjut, Efredire juga berpesan kepada generasi muda Papua agar dapat terus menjaga produk budaya ini agar tetap lestari hingga generas-generasi Papua di masa yang akan datang.
“Ya, bagi anak-anak muda Papua, harus bisa menjaga warisan budaya ini dengan cara tetap menjaga habitat hutan kayu dan juga bisa belajar membuat perahu tradisional. Untuk mencintai tradisi kita ini, kepada pemerintah kalau bisa melakukan perlombaan membuat perahu tradisional yang hasilnya bisa dipamerkan dan dilelang dengan harga yang dapat dijangkau. Tujuannya agar kecintaan kita terhadap seni dan budaya ini benar-benar tertanam dalam sanubari generasi Papua,” tutupnya. (MW)