PAPUA BARAT, JAGAMELANESIA.COM – Ketua Tim Percepatan Penanganan Pendidikan Provinsi Papua Barat Dr. Ir. Agus Irianto Sumule menyampaikan sebanyak 68.988 anak tidak menyelesaikan sekolah di Papua Barat. Data itu menurut Sumule, merupakan data yang tiap tahun dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Sumule menuturkan, puluhan ribu anak yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan tersebar di 13 kabupaten/kota di Papua Barat. Rinciannya ada 24.725 diantaranya merupakan siswa jenjang SD, tingkat SMP sebanyak 25.326 orang dan tingkat SMA/SMK sebanyak 18.938 orang.
Menurutnya, angka anak putus sekolah di Papua Barat ini terbagi menjadi dua wilayah adat Bomberai dan Doberai dimana dua kabupaten di masing-masing wilayah adat yakni Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Manokwari menjadi penyumbang terbesar.
“Di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni merupakan penyumbang terbesar anak tidak sekolah sebanyak 5.598. Selanjutnya Kabupaten Kaimana dengan jumlah anak tidak bersekolah sebanyak 4.588, dan Kabupaten FakFak sebanyak 4.318 anak tidak bersekolah,” jelasnya, dikutip Rabu (26/10/2022).
Dari data yang diterima, Kabupaten Manokwari menjadi penyumbang terbesar angka anak tidak bersekolah di Papua Barat dengan jumlah mencapai 12.804 anak. Sedangkan, penyumbang anak putus sekolah terendah adalah Kabupaten Tambrauw dengan angka 1.061 anak tidak bersekolah.
“Kabupaten Manokwari merupakan penyumbang terbesar angka anak tidak bersekolah, sebanyak 12.804 anak, kemudian Kabupaten Pegunungan Arfak dengan 8.508 anak, sedangkan di urutan ketiga Kota Sorong dengan jumlah 6.577 anak putus bersekolah,” jelas Akademisi dari Universitas Papua itu.
Terkait masalah ini, Sumule mengemukakan 3 solusi yang dapat dijalankan yakni pemenuhan dan pemerataan tenaga guru, meningkatkan aksesibilitas sekolah dan meningkatkan kesadaran orangtua atas pentingnya pendidikan bagi anak.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw turut merespons cepat persoalan tingginya anak putus sekolah di Papua Barat. Ia mengatakan, forum Raker Bupati dan Wali kota merupakan sarana penting untuk membahas masalah ini.
Menurutnya, masalah pendidikan anak-anak asli Papua saat ini dikhawatirkan juga akan berdampak pada tingginya angka pengangguran di masa yang akan datang. Ia menyebut salah satu penyebab masalah ini adalah faktor ekonomi orangtua.
“Kalau ada investor masuk dan tercipta lapangan kerja, bagaimana anak-anak kita ini mau bekerja jika tidak berpendidikan formal,” katanya.
“Jadi kita mau diskusikan dengan para bupati/wali kota untuk mencari solusi. Banyak faktor penyebabnya, antara lain dari faktor ekonomi orang tua,” ucapnya lagi.
Ia menilai, masalah pendidikan adalah isu penting dan utama yang mendesak untuk segera diselesaikan. Hal itu karena pendidikan menjadi kebutuhan dasar dan bekal masyarakat untuk berkehidupan dan berpenghidupan lebih baik. Hal ini juga berandil besar dalam menentukan kemajuan daerah di masa depan. (UWR)