BINTUNI, JAGAMELANESIA.COM – Kebutuhan air bersih dan rumah layak huni menjadi prioritas bagi warga di kampung Narmasa, Distrik Kuri, Kabupaten Teluk Bintuni. Selama ini, masalah ketersediaan air bersih dan tempat tinggal yang layak masih menjadi masalah bagi warga di kampung dengan jumlah penduduk sekitar 200 jiwa ini.
Rumah yang saat ini dihuni adalah rumah peninggalan dari perusahan kayu yang beroperasi pada masa orde baru. Sebagian besar rumah-rumah warga ini sudah tidak layak untuk dihuni. Hingga saat ini kondisi rumah warga di kampung Naramasa distrik Kuri nampak tertinggal dari laju pembangunan yang terus dicanangkan oleh pemerintah. Kondisi ini menjadikan misi pemerintah membangun dari kampung ke kota hanya menjadi hayalan belaka.
“Kami ini dari dulu tinggal begini. Rumah ini bukan pemerintah yang bangun. Rumah-rumah ini adalah rumah peninggalan perusahan kayu. Tidak tahu sudah berapa tahun ini. Saya juga waktu itu ikut kerja di perusahan kayu waktu itu masih Irian Jaya bukan Papua Barat, sampai sekarang ini begini saja,” kata Oto Pigo, salah seorang warga di Kampung Naramasa.
“Sebentar pimpinan satu datang bilang begini begitu dia pergi. Satu lagi datang terus berganti tapi kitorang di kampung ini dengar saja, nyatanya kita sendiri yang rasakan. Akibat dari para politisi yang maju di kabupaten kita ini, mereka hanya janji saja,” katanya.
Ia menambahkan, warga Kampung Naramasa selama ini hanya menggantungkan kebutuhan air bersih dari sumur tua termasuk untuk keperluan mandi, mencuci dan lain sebagainya. Ia pun mengatakan dirinya menggunakan air hujan untuk kebutuhan minum sehari-hari.
“Saat ini kita punya anak-anak yang sekolah sudah cukup mengerti, ada datang dan bicara dengan Prrusahaan PT. Wijaya Sentosa dan dalam waktu dekat ini perusahan akan bantu beberapa rumah layak huni, air bersih untuk kampung Naramasa dan Wagen,” kata pria yang berusia lebih dari 60 tahun ini.
“Jadi selama ini kami punya hutan adat jadi korban lagi untuk semua ini baru pajak yang kitorang kasih lewat hasil hutan ke provinsi dan kabupaten serta pusat itu melalui hasil hutan ini, dorang tidak tahu dikemana-kan. Kenapa tidak ke kita daerah penghasil. Bapak ini kitorang tidak sekolah tidak mengerti persoalan itu,” sambungnya sembari menyeka air mata. (MW)