Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas menerbitkan liputan khusus (Lipsus) terkait kasus pelecehan seksual di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon. Majalah Lintas edisi kedua dengan tema ‘IAIN Rawan Pelecehan Seksual’ membuat panas petinggi kampus. Alhasil, pers kampus tersebut dibekukan oleh Rektor Zainal Abidin Rahawarin.
“Aktivitas mereka sudah dihentikan, kemarin terakhir dan hari ini sampai seterusnya tidak boleh beraktivitas. Kalau memang mereka lakukan itu, itu secara individu tidak atas nama lembaga lagi. Jadi ilegal,” kata Wakil Rektor III, M. Faqih Seknun di Ambon, Kamis (17/3).
Menurutnya, pembekuan ini, karena menganggap pengurus Lintas tidak dapat membuktikan kepada pihak lembaga terkait 32 kasus pelecehan seksual di IAIN Ambon.
“Kemarin kami sudah melakukan pertemuan dengan pengurus Lintas, dan dalam pertemuan tersebut kita minta bukti, namun mereka tidak mampu memberikan bukti. Karena itu kami merasa kecewa dan merasa mereka melecehkan dengan informasi seperti itu,” ucapnya.
Seknun menyatakan akan mengganti seluruh pengurus dan anggota Lintas dengan yang baru, untuk bekerja sama dengan lembaga, dan memajukan nama baik kampus IAIN Ambon.
“LPM tetap ada, tapi pengurusnya yang kita ganti, yang bisa bekerja sama dengan kampus, yang bisa beri motivasi, yang bisa meningkatkan kualitas dan mendorong kemajuan IAIN Ambon,” ujarnya.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi (Pemred) Lintas, Yolanda Agne, mengatakan langkah yang diambil oleh rektor IAIN Ambon kurang tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
“Seharusnya rektor lebih bijak dalam menyikapi majalah Lintas ini. Tidak serta merta membekukan. Jadi saya kira ini langkah yang kurang tepat yang diambil oleh rektor,” kata Yolanda.
Menurutnya, langkah yang tepat harusnya pihak kampus membuat keputusan sesuai surat edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5494 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
“Jadi menurut saya seharusnya rektor bisa melihat peraturan ini dan menjalankan sesuai regulasi yang ada, bukan malah membekukan Lintas,” ujarnya.
Kata Yolanda, seharusnya rektor berterima kasih kepada lintas karena berani mengungkap 32 kasus kekerasan seksual di IAIN Ambon.
“Harusnya IAIN Ambon beri ruang aman bagi mahasiswa perempuan, bukan alihkan pandangan dari masalah ini dengan cara membekukan kita,” ucap Yolanda.
Dalam muatannya, Majalah Lintas menurunkan liputan khusus kekerasan seksual yang mencatat 32 orang mengaku menjadi korban pelecehan seksual di Kampus Hijau, sebutan IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan tujuh laki-laki.
Sementara jumlah terduga pelaku perundungan seksual 14 orang. Di antaranya delapan dosen, tiga pegawai, dua mahasiswa, dan satu alumnus. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017. Kasus itu berlangsung sejak 2015-2021.
Sejumlah lembaga membentuk tim advokasi dan menilai pembekuan pers kampus Lintas sama dengan pembredelan.
Lembaga tersebut di antaranya Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Maluku, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon, LBH Pers Ambon, LBH Fakultas Hukum Universitas Pattimura, dan Gerak Perempuan Maluku.
Wakil Ketua Divisi Advokasi AJI Ambon, Habil Kadir mengatakan dalam bahasa undang-undang pers yang dipakai hanyalah istilah pembredelan, meski pembekuan dipakai dalam surat keputusan rektor, tetap pada makna menghentikan aktivitas jurnalisme pers kampus.
“Bredel maupun pembekuan, istilah yang dipakai menunjukkan pengertian pengekangan aktivitas jurnalisme sebagaimana SK rektor IAIN Ambon terhadap Lintas,” kata Habil Kadir.
AJI Ambon juga mengecam tindakan arogansi. AJI mendesak Rektor IAIN Ambon menghormati kebebasan pers kampus dan kritik sebagai bagian dari demokrasi.
“AJI Ambon juga meminta civitas akademik IAIN Ambon untuk tidak melakukan aksi yang mendiskriminasi Lembaga Pers Mahasiswa yang menulis kritik,” ucap Habil.
Sementara itu, tim advokasi LBH Pers yang juga lembaga advokasi Lintas, menilai tindakan kekerasan dan pembredelan majalah Lintas bertentangan dengan konstitusi.
“Harusnya pihak IAIN membuat hak jawab atau membalas dengan artikel bantahan. Bukan malah mendesak penghapusan artikel, dan tindak kekerasan di dapur redaksi Lintas, hingga tindakan pembekukan lembaga pers,” kata tim Advokasi LBH Pers, M Iqbal Taufik.
Menurut Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Pengda Maluku, Pani Letahiit, LPM Lintas patuh terhadap kaidah jurnalistik dan kode etik, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
Atas alasan tersebut keputusan Rektor IAIN Ambon dinilai sebagai upaya memberangus kemerdekaan berekspresi mahasiswa.
“IJTI menilai pembekuan LPM Lintas, cara pihak kampus mengekang kebebasan berpendapat dan melemahkan sikap kritis mahasiswa,” kata Pani.
Semestinya, kata Pani, hasil liputan Majalah Lintas dijadikan bahan rujukan membentuk tim independen untuk menelusuri temuan pelecehan seksual di lingkungan kampus.
Terkait kasus kekerasan seksual, Aktivis Perempuan, Lusi Peilouw mengatakan seharusnya kampus mendorong media kampus menyuarakan ketidakadilan yang menimpa mahasiswa di kampus itu bukan malah menutup media tersebut.
“Seharusnya pihak kampus mendukung supaya kasus kekerasan diusut, bukan malah mengekang dan menutup LPM Lintas,” kata Lusi.
Penganiayaan Mahasiswa
Kasus ini pun melebar hingga dugaan penganiayaan. Dua mahasiswa IAIN Ambon diduga dianiaya oleh sejumlah orang di sekretariat lembaga pers mahasiswa Lintas. Kasus ini sedang dalam penanganan Polresta Pulau Ambon dan PP Lease, Provinsi Maluku.
“Kita akan melakukan penyelidikan untuk mengetahui apa penyebab terjadinya peristiwa penganiayaan ini sekaligus mencari tahu siapa saja pelakunya,” kata Kapolsek Sirimau, AKP Mustafa di Ambon, Rabu lalu.
Korban melaporkan insiden dugaan penganiayaan tersebut dengan mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek pada Selasa (15/3) malam. Dalam laporan tersebut, korban mengaku dianiaya oleh sejumlah orang di dalam ruangan Lembaga Pers Mahasiswa Lintas, di kampus IAIN Ambon.
Selain membuat laporan resmi ke SPKT Polsek, korban juga sudah melakukan visum et repertum di Rumah Sakit Bhayangkara Tantui Ambon, sehingga polisi akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil sejumlah pihak guna menjalani pemeriksaan.
Insiden penganiayaan tersebut diduga dipicu oleh liputan khusus yang diterbitkan Lintas melalui majalah pers kampus tersebut, yang mengupas tentang puluhan kasus pelecehan seksual di Kampus IAIN Ambon.
Liputan khusus tersebut berisi testimoni korban mulai dari mahasiswa hingga alumni atas dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dosen dan mahasiswa di kampus tersebut.
Penerbitan liputan khusus tersebut diduga membuat marah sejumlah pihak di kampus yang langsung datang ke sekretariat pers mahasiswa Lintas. Selain itu, sejumlah mahasiswa juga diduga terlibat dalam aksi penganiayaan Nurdin Kaisupy.
Selain menganiaya korban, insiden tersebut juga mengakibatkan kaca sekretariat pers mahasiswa Lintas pecah.