Oleh: Chairullah Amin dan Yetty
Dosen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Universitas Khairun (Unkhair) Ternate.
JAGAMELANESIA.COM – Karakteristik wilayah mempunyai pengaruh kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, sehingga pola pembangunan ekonomi dalam suatu wilayah juga tidak seragam. Ketidakseragaman ini berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh, yang mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh dengan cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Kemampuan tumbuh yang berbeda ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya ketimpangan baik pembangunan maupun hasilnya, yakni pendapatan antar wilayah. Wilayah yang bercirikan pulau-pulau dan kepulauan memiliki keunikan dan karakteristik tersendiri dibandingkan dengan wilayah daratan luas atau continental. Karakteristik alamiah yang dimiliki oleh pulau menyebabkan pola pendekatan pembangunan ekonomi di wilayah pulau harus melihat keunikan dan kekhasan alamiah yang ada.
Kerr (2005) menguraikan beberapa isu alamiah pulau yang dapat menjadi penghambat pembangunan di wilayah pulau-pulau kecil. Pertama, isu skala seperti sumberdaya alam dan sumberdaya manusia terbatas, skala pembangunan infrastruktur tidak ekonomis, keterbatasan dalam penyediaan layanan dan administrasi, serta sifat monopoli ekonomi pulau.
Kedua, isu keterisolasian, seperti biaya transportasi, menghasilkan produk manufaktur yang mahal, tidak dapat bersaing, transportasi yang tidak teratur, melayani permintaan yang tidak tepat waktu dalam rantai pasok, dan rentan terhadap dampak bencana alam. Berbagai hambatan tersebut merupakan kondisi faktual yang ditemukan di pulau-pulau. Sistem perekonomian di pulau cenderung berspesialisasi tinggi, yaitu hanya berdasarkan pada jumlah ekspor ke pasar yang kecil. Sektor primer dan tersier cukup mendominasi. Sektor manufaktur jarang menjadi sektor ekonomi yang utama di pulau-pulau.
Kegiatan manufaktur di pulau-pulau hanya bisa berhasil jika intens dan fokus terhadap pasar yang sesuai dengan karakteristik sumberdaya yang dimiliki. Sehingga dapat menciptakan keunggulan relatif dalam penyediaan produk, sumberdaya atau jasa yang memungkinkan terjadinya perdagangan dengan wilayah pasarnya.
Sumberdaya yang terbatas dari pulau-pulau kecil yang sama banyak menunjukkan bahwa jika ada keuntungan relatif maka itu hanya terjadi pada sedikit sektor saja. Perdagangan yang dilakukan dengan mitra wilayah kontinentalnya yang lebih kaya berarti bahwa keuntungan yang diperoleh dari spesialisasi komoditas yang diperdagangkan jauh lebih besar pengembaliannya dari usaha sektor ekonomi di pulau lainnya. Akibatnya, ekonomi pulau dapat menjadi cepat terspesialisasi yang tinggi, sehingga mengesampingkan aktivitas lainnya yang tidak terkait. Sebagai contoh spesialiasi pada komoditas pertanian yang diperdagangkan dapat dengan cepat mengurangi produksi pangan untuk konsumsi lokal.
Rendahnya kemampuan pulau-pulau dibandingkan dengan potensi pasarnya menunjukkan prospek ekonomi pulau-pulau dalam memperoleh hasil ekonomi jumlahnya relatif kecil sehingga harga yang diterima di pasar tidak begitu menguntungkan. Kekurangan ini memiliki dampak secara luas yaitu pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat pesisir di pulau-pulau tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kerr (2005) menyatakan keuntungan relatif tersebut sangat tergantung pada permintaan, fungsi selera, pendapatan ril, ketersediaan dan biaya pengganti, kemampuan pulau untuk menjangkau konsumen, yaitu fungsi fisik dan kebijakan untuk mengakses pasar, penawaran dan harga yang berasal para pesaing. Namun semua faktor-faktor tersebut tidak ada satupun yang dapat dikendalikan oleh pulau-pulau.
Oleh karena itu, konsep nilai ekonomi pulau-pulau kecil harus mempertimbangkan beberapa karakteristik yang dimiliki secara alamiah. Fernandes dan Pinho (2015) merangkum beberapa karakteristik dalam bentuk kerentanan yang terdapat di pulau-pulau kecil:
1.Secara umum pulau-pulau kecil bercirikan smallness, menghasilkan kualitas sumberdaya alam yang sedikit, pasar domestik yang kecil, dan kesulitan dalam menciptakan skala produksi ekonomi dan penyediaan jasa.
2.Merupakan daerah periphery dari pusat ekonomi dan politik yang lebih besar yang menyebabkan pulau-pulau sangat bergantung pada keputusan yang dibuat di wilayah lain.
3.Keterbukaan ekonomi pulau terhadap perdagangan internasional dan ketidakmampuan dalam mempengaruhi pasar.
4.Keterisolasian dari lingkungan pulau dan pembangunan yang cenderung dilakukan menimbulkan kerusakan secara alamiah atau perubahan yang sebabkan oleh manusia.
5.Kombinasi dampak dari keterbatasan dan bentuk ukuran yang kecil, yang dinyatakan dalam tingkat panjang garis pantai ke permukaan yang tinggi, dan tingkat kerentanan masyarakat pulau terhadap bahaya bencana alam yang lebih tinggi.
Oleh karena keterbatasannya dalam skala ekonomi yang cenderung kecil, maka pengembangan pulau kecil harus mampu menciptakan suatu proses transformasi sosial maupun ekonomi. Masyarakat di pulau-pulau kecil harus dapat diberdayakan secara ekonomi, sosial, dan budaya, maka kebijakan pengembangan pulau-pulau kecil harus ditekankan pada kekuatan sumberdaya lokal yang bertujuan untuk mengurangi biaya transportasi, menghasilkan proses diversifikasi produk yang tinggi sehingga terjadi transaksi perdagangan dengan keragaman produk dengan daerah lain, menciptakan produk berbasis pada masyarakat dan pengetahuan lokal agar tercipta interdependensi ekonomi lokal dalam konteks ekonomi global.
Keterbatasan lain yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil yaitu masalah keterisolasian dari pusat pemerintahan dan ekonomi. Keterbatasan infrastruktur penunjang transportasi terutama moda transportasi laut akan menimbulkan permasalahan aksessibilitas antar pulau dengan wilayah pusatnya. Efek dari keterisolasian menyebabkan potensi ekonomi pulau sulit berkembang sehingga untuk membuka keterisolasian pulau-pulau kecil, kebijakan pengembangan ekonomi lokal di pulau-pulau kecil perlu ditunjang oleh kebijakan pengembangan jaringan angkutan laut guna mengembangkan potensi sumberdaya yang dimilikinya serta mempermudah aliran barang dan jasa diantara pulau-pulau kecil yang ada.
Faktor penghambat pengembangan pulau-pulau adalah ‘Regionalitas’ dan Isolasi karena hambatan laut yang mengelilinginya. Isolasi alami, menciptakan biaya transportasi yang meningkat, kemapuan unit produksi lemah sehingga menghasilkan keterbelakangan, atau pengembangan terjadi satu sisi dan tidak dapat dikendalikan secara domestik. Isolasi yang dikombinasikan dengan ‘regionalitas’ menyebabkan peningkatan biaya sehubungan dengan hal berikut:
•Biaya keuangan, karena biaya operasional yang harus ditanggung oleh bisnis. Biaya hidup meningkat, karena transportasi ke dan dari pulau-pulau memerlukan penggunaan alat transportasi yang mahal, baik melalui laut atau udara, yang pada gilirannya sama dengan peningkatan biaya transportasi. Biaya transportasi ke pulau-pulau seringkali 30% – 40% lebih tinggi daripada di wilayah kontinental.
•Biaya pekerjaan dan layanan infrastruktur, karena skala ekonomi yang diciptakan kecil. Hal ini terlihat di setiap pulau dimana jumlah penduduk, infrastruktur dasar, yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi dan sosialnya (misalnya, energi, transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dll) kurang mendukung dan sangat minim.
•Biaya peluang, terutama bagi kaum muda yang mungkin kurang diuntungkan oleh bisnis, keuangan, atau peluang lainnya.
•Biaya informasi, karena informasi mencapai daerah terpencil ini dengan kecepatan lambat, sementara pada saat yang sama informasi yang sifatnnya khusus dan penting memerlukan biaya.
Semua hal di atas adalah faktor kerugian dan penghambat dalam proses pembangunan pulau-pulau. Namun, pulau mengembangkan fisiognomi ekonominya, sesuai dengan potensi masing-masing. Sedangkan untuk sektor produksi primer, memegang peranan paling penting. Pertanian merupakan sektor pekerjaan yang penting sesuai dengan kondisi alam seperti area yang subur untuk kegiatan budidaya. Peternakan ternak memainkan peran yang sama dalam perekonomian pulau-pulau. Pulau-pulau yang memiliki potensi sumberdaya tambang dapat dieksploitasi untuk memastikan sumber daya ekonomi bagi untuk kesejahteraan masyarakat pulau.
Sektor perikanan, seperti yang diharapkan, secara tradisional memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi sebagian besar pulau. Namun, seiring dengan semakin intensnya industri, hal-hal menjadi lebih rumit di sektor ini dan pulau-pulau sering dihadapkan pada masalah dan persaingan dari pelabuhan atau pusat pasar yang berada di daerah kontinental. Mengenai sektor produksi sekunder, hal-hal jauh lebih sulit karena pembatasan alami yang dihadapi oleh pulau-pulau (biaya transportasi, kurangnya tenaga kerja khusus dll). Dengan demikian, hanya sedikit yang telah mengembangkan industri skala besar, sementara ada lebih banyak kemungkinan untuk perusahaan menengah dan selama beberapa tahun terakhir telah bergeser menjadi tidak produktif lagi dikarenakan kebijakan lokal yang tidak mendukung.
Sektor tersier dihadapkan dengan lebih banyak keberuntungan di pulau-pulau tertentu melalui pengembangan wisata. Tentu saja, beberapa pulau diuntungkan secara ekonomi dan pembangunan, sementara yang lain tidak memanfaatkan peristiwa ini. Di pulau-pulau kategori pertama, ekonomi berkembang dan tingkat kehidupan penduduknya meningkat. Dalam hal ini, untuk mengukur pengaruh yang tepat dari pariwisata dalam perekonomian lokal, namun pariwisata menghasilkan keuntungan besar bagi banyak daerah pulau terpencil.
Tentu saja, ada juga dampak negatif dalam perekonomian pulau-pulau karena pariwisata. Misalnya, kegiatan wisata yang tidak terencana dan perluasan atau integrasinya di lahan pedesaan dan perkotaan dapat berdampak negatif pada lingkungan dan ekosistem pulau. Juga, pertambahan penduduk yang terjadi secara musiman, meningkatkan masalah pasokan air, pembuangan limbah yang bermuara terhadap pencemaran di laut, habisnya sumber daya alam pulau yang sudah terbatas, seperti air dan energi. Di beberapa pulau, polusi udara dan polusi suara karena kemacetan lalu lintas juga tidak dapat diabaikan. Bahaya besar juga terletak pada tekanan perumahan yang dihasilkan dari instalasi wisata yang meningkat. Hal yang cukup penting diperhatikan bahwa banyak pulau selama beberapa tahun terakhir telah ramai dengan pertumbuhan di bidang konstruksi dan pekerjaan umum. Hal ini terkait dengan industri pariwisata seperti hotel, perumahan pedesaan, dan program investasi publik yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Strategi Pembangunan Pulau;
Terdapat dua jalan yang dapat dilakukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi pulau-pulau kecil. Pertama, pembangunan di fokuskan pada pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme pola substitusi impor, pengembangan pasar ekspor baru, dan meningkatkan bantuan atau investasi untuk pengembangan kegiatan ekonomi pulau. Kedua, mendorong kegiatan pembangunan yang berpusat pada rakyat yang didorong oleh proses partisipatif dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Hal yang bisa dilakukan yaitu mendorong kegiatan ekonomi berbasis pulau utamanya sektor pariwisata karena sektor ini yang paling besar memiliki dampak positif terhadap perekonomian pulau dan menggalang bantuan dan transfer modal yang difokuskan untuk peningkatan swasembada ekonomi pulau.