JAGAMELANESIA.COM – Wakil Ketua I Komite I DPD RI, Dr. Filep Wamafma SH., M.Hum menerima aspirasi para aktivis HAM Papua dalam audiensi virtual PENA 2021 yang diadakan oleh Amnesty International hari ini, Senin (6/12/2021). Sejumlah aspirasi disampaikan terkait beberapa kasus pembunuhan di luar hukum, tuntutan keadilan bagi korban hingga nasib puluhan ribu masyarakat Papua yang hingga kini masih mengungsi akibat konflik bersenjata di Papua.
Sebagai wakil daerah dan wakil rakyat Papua, menanggapi aspirasi itu, Filep Wamafma menekankan, dirinya akan menindaklanjuti aspirasi para aktivis ini kepada pihak-pihak terkait terutama kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Menko Polhukam Mahfud MD.
“Sebagai wakil rakyat dan juga pimpinan yang membidangi sekaligus sebagai mitra kerja di bidang HAM tentu kami akan melakukan langkah-langkah konkrit setidaknya untuk menyerap dan menindaklanjuti aspirasi daripada saudara-saudara aktivis HAM di Papua,” ujar Filep.
Filep menyampaikan, bahwa aspirasi ini akan dibawa dalam pertemuan yang sedang direncanakan MPR For Papua bersama Panglima TNI. Ia berharap, pertemuan ini juga akan berlanjut dengan pembahasan bersama Menko Polhukam Mahfud MD.
Dalam kesempatan itu, Filep juga mengapresiasi konsep penanganan konflik di Papua yang disampaikan oleh KSAD Jenderal Dudung Abdurrachman yang ingin merangkul KKB dan mengedepankan konsep Civil Justice (Keadilan bagi Rakyat) daripada konsep Act of War (Peperangan). Ia berharap pendekatan dan konsep ini dapat benar-benar terwujud dengan baik dan menghindari kontak senjata sehingga tidak ada lagi masyarakat sipil yang menjadi korban.
Menanggapi aspirasi tentang perlindungan korban dan masyarakat pengungsi di Papua-Papua Barat, Filep menekankan pada perlu dipertegasnya mekanisme kerja Komnas HAM di wilayah Papua. Ia berharap agar Komnas HAM Papua dapat lebih berperan dalam memberikan advokasi kepada masyarakat agar temuan-temuan di daerah dapat ditindaklanjuti hingga Komnas HAM RI.
“Di daerah itu ada Komnas HAM soal mekanisme kerja ada Komnas HAM di Papua. Kita memang berharapnya Komnas HAM di wilayah Papua itu harus lebih lebih bekerja keras untuk memberikan advokasi temuan penyelidikan-penyelidikan di tingkat bawah sehingga hasilnya akan dibawa ke Komnas HAM Republik Indonesia,” katanya.
Menurut Filep, di Papua Barat peran advokasi tersebut justru diambil alih oleh tokoh adat dan tokoh agama. Ia berharap, ke depan, Komnas HAM Papua Barat dapat bergerak lebih dominan dan bekerja sama dengan tokoh adat, tokoh agama serta tokoh masyarakat agar persoalan HAM di Papua Barat dapat ditindaklanjuti dengan baik.
“Untuk Papua Barat, peran itu saya lihat banyak diambil alih oleh masyarakat melalui Dewan Adat. Ya tokoh-tokoh adat, tokoh agama yang lebih lebih dominan untuk berperan. Seharusnya menurut struktur atau menurut mekanisme hukum ya harusnya peran Komnas HAM. Kasus kita di daerah sampai saat ini kita belum lihat perkembangan untuk Papua Barat untuk kasus Maybrat.
Senator Papua Barat ini juga menunggu langkah-langkah konkrit Kejaksaan Agung usai pernyataan Jaksa Agung yang akan berusaha untuk menyelesaikan satu kasus sudah sekian lama, yakni kasus Paniai. Penanganan ini diharapkan benar-benar konkrit dan menyelesaikan persoalan HAM di Papua. Ia berharap, hal ini adalah langkah pembuka bagi upaya-upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu untuk segera dituntaskan.
“Tapi kita dorong agar kasus-kasus lain juga harus dituntaskan sehingga publik itu melihat bahwa negara memiliki komitmen, niat baik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di tanah Papua ini hal yang sangat penting untuk dicermati bersama-sama,” ujarnya.