HALMAHERA SELATAN – Lembaga pengauditan Inspoktorat Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), dinilai gagal dalam menjalankan fungsinya selaku pengaudit.
Pasalnya rasa kepercayaan masyarakat Halsel terhadap Inspoktorat semankin menurun, denagn kerja-kerja yang dinilai tidak menuai hasil yang memuaskan dalam menekan turunnya angka korupsi, terutama soal penyelwengan DD dan ADD.
“Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kali pergantian jabatan Inspektur ditubuh Inspektorat Halsel, yang dilakukan oleh Bupati H. Usman Sidik, namun integritas dari lembaga tersebut masi tetap lemah dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tingkat ketidak percayaan masyarakat kepada lembaga tersebut pun semakin meningkat.
Mantan Kordinator Wilayah Jaringan Aksi Solidaritas Membela Rakyat Malut 2020-2021, Mudafar Hi Din, kepada tim jagamelanesia.com, Minggu (31/10) menyampaikan bahwa, sudah menjadi hal biasa dalam pergantian pimpinan SKPD, namun hal itu menunjukan bahwan dari pergantian ke pergantian, orang nomor satu di lembaga pengauditan ini tidak memiliki hasil yang signifikan.
Lanjut Mudafar, ini dikarenakan adanya krisis kepememinpinan di Inspektorat Halsel itu sendiri, ditambah lagi dengan tarik ulur terjadinya dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor), di internal Inspektorat baru-baru ini dimana ini sangat disayangkan, karena dugaan Tipikor tersebut terjadi di internal lembaga pengauditan, dimana lembaga ini seharusnya menjadi contoh yang baik bagi lembaga-lembaga lainnya.
“Dugaan Tipikor ini menurut Mudafar, telah menjatuhkan martabat bagi lembaga pengauditan, padahal semastinya lembaga seprti Inspoktorat harus menjaga marwah harkat dan martabatnya sebagai lembaga sucih, yang bebas dan bersih dar praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), bukan malah sebaliknya turut andil dalam praktik KKN, sebab sekali ternoda akan tetap ternoda,” imbuhnya.
Dia menambahkan, Inspektorat Halsel terkesan hanya menghabiskan uang rakyat dengan membiayai tim pengauditan, yang tidak menghasilkan jawaban tapi hanya audit melahirkan audit.
Sambungnya jumlah Desa di Kab. Halsel sebanyak 249 Desa, namun yang mengejutkan hanya 15 Desa diketahui ada temuan terkait penggunaan ADD dan DD sebagaimana laporan dari pihak Inspektorat, ini bisa di duga kuat ada permainan yang sangat rapi di internal Inspektorat atau manipulasi hasil pengauditan.
“Saya terkejut dengan beredarnya berita melalui media online maupun cetak, belakangan ini bahwa hanya 15 Kepala Desa yang dilaporkan ke Kejaksaan dari 249 Desa di Kab. Halsel,” ungkapnya.
Lebih lanjut Mudafar, menduga jangan sampai Inspektorat hanya cenderung menjadi senjata politik dalam melibat para Kades, yang membangkang terhadap pemerintahan dan membiarkan yang tunduk dibahwa ketiak kekuasaan.
“Contoh dugaan saya cukup sederhana yakni Dana Desa (DD) Orimakurunga yang terkesan aman-aman saja, padahal sudah didesak berulang-ulang kali dan bahkan menjadi trading topik perbincang pablik. “tutupnya.(ST).