TERNATE JAGAMELANESIA.COM – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate, melalui Ketua Bidang (Kabid) Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD), Anhar Buabes, menilai Instruksi Gubernur Maluku Utara (Malut), tentang vaksinasi covid-19 terlalu lebai, konyol dan sangat naif, Senin(27/9).
Kepada tim jagamelanesia.com, Anhar, menyampaikan bahwa Instruksi Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tertanggal, 24 September 2021 tersebut hanyalah sebuah tirik yang sengaja dimainkan oleh Pemprov Malut, demi memenuhi target pencapaian vaksinasi covid-19 sebagaimana yang telah di instruksikan pemerintah pusat.
“Hal ini, dapat dilihat pada poin ke – 4 Instruksi Gubernur Malut Nomor 1 tahun 2021 tentang Percepatan pelaksanaan vaksinasi covid-19, yang tertulis sebagai berikut
“Memetakan sasaran yang belum divaksinasi dan membuat starategi percepatan sehingga diakhir September 2021 target capaian per Kabupaten/Kota bisa mencapai 35%”.
Menurut hemat kami, kalimat yang kemudian dicantumkan pada poin ke – 4 dalam instruksi Gubernur tersebut, merupakan kalimat penekanan dimana Pemprov Malut dalam hal ini Gubernur Malut, sengaja memainkan kekuasaannya demi memperoleh sanjungan dan pujian dari pemerintah pusat, jika berhasil mendongkrak angka vaksinasi diwilayah Malut, dikarenakan sejauh ini Maluku Utara masuk pada urutan yang paling bawah dalam data vaksinasi se-Indonesia,” ujarnya.
Kemudian jika dikaji dari poin per poin kata Anhar, maka instruksi Gubernur Malut ini sangatlah konyol dan naif. Sebab instruksi tersebut secara tidak langsung mengganggu psikologi masyarakat Maluku Utara pada umumnya.
Sambungnya, poin ke – 4 pada instruksi tersebut menegaskan bahwa Pemprov Malut, diduga kuat dengan sengaja melakukan perampasan hak masyarakat untuk menentukan kesehatannya, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 28 (H), UUD 1945.
Anhar, menilai kalimat “Pemetaan strategi”, yang termaktub pada poin ke – 4 instruksi Gubernur tersebut, sengaja digunakan untuk bisa menaklukan masyarakat agar mencapai target program vaksinasi Covid-19 di akhir September 2021, yakni dengan angka 35% untuk per Kabupaten/Kota se-Provinsi Maluku Utara.
Seharusnya pemerintah tidak perlu lagi bermain-main dengan sistem untuk menertibkan masyarakat, bahwasannya masyarakat tertib dan tidaknya tergantung dari cara pemerintah itu sendiri, namun yang terlihat adalah pemaksaan secara sistem mengancam psikologi masyarakat, bahkan masyarakat sendiri hampir kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah,” tutupnya.(ST)