TERNATE, JAGAMELANESIA.COM – Sekolah Critis Maluku Utara (SCMU) menggelar aksi di depan kediaman Gubernur Maluku Utara (Malut), Kantor Walikota Ternate, dan Taman Nukila, untuk menuntut cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan menuntaskan semua problem yang ada di pertambangan, Sabtu (19/6).
Berdasarkan hasil pantauan tim jagamelanesia.com, Koordinator Aksi, Gatriningsi Anwar, dalam orasinya menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi sorotan secara ekonomi dan politik internasional. Setelah berjalannya reformasi hingga saat ini tidak ada yang tersisa dari kebijakan rezim investor, kecuali penderitaan yang ditinggalkan untuk rakyat dan ini semakin nyata dipertontonkan oleh rezim penguasa saat ini.
Negara yang diandalkan pemerintah dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP), perkebunan sawit, serta illegal logging sebagai kesejahteraan rakyat justru semakin menyengsarakan rakyat itu sendiri.
Maluku Utara (Malut) adalah salah satu contoh daerah yang menjadi lumbung investasi yang marak dan telah mengakibatkan kerusakan lingkungan, baik itu pencemaran laut, danau, serta daratan yang dapat membunuh kehidupan masyarakat.
Saat ditemui tim jagamelanesia.com disela-sela aksinya, Gatriningsi menyampaikan ada beberapa daerah yang telah mengalami kerusakan lingkungan (krisis ekologi) yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan. Hal ini menjadi telah isu nasional, namun masih diabaikan oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
“Lihat saja Kecamatan Kota Maba Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara yang ditempati oleh PT. Aneka Tambang (Antam). Sangat miris, dikarenakan pembuangan limbah tailing di jadikan proyek penimbunan pekarangan. Hampir puluhan hingga ratusan ton limbah telah dibuang ke lingkungan di dua desa di Maba Pura dengan dalil timbunan limbah tersebut tidak berbahaya,” ujar Gatri, sapaan akrab Gatriningsi.
Padahal, lanjut Gatri, limbah pertambangan atau tailing tersebut dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menurut PP Nomor 18 Tahun 1999 jo PP Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 dengan kode limbah D222 yang akan mengancam keselamatan lingkungan juga kesehatan masyarakatnya dan yang paling rentan mendapatkan penyakit adalah perempuan dan anak-anak, juga sangat berpengaruh terhadap ibu hamil karena sering terkontaminasi melalui air dan hal lainnya.
“Belum selesai menangani kerusakan lingkungan di Teluk Mornopo dalam pembuangan limbah tailing di Desa Soa Sangaji oleh PT. Antam, kita dihadapkan lagi dengan pencemaran lingkungan di Telaga Yonelo atau Telaga Legaye Lol yang terletak di sebelah barat perkampungan Sagea dan Kiya Kecamatan Weda Utara Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng). Yang beroperasi di sekitar telaga tersebut adalah PT. Zhong Hai Rare Metal Mining dan PT. First Pasific Mining Indonesia,” ungkapnya.
Gatri melanjutkan, tepian telaga dengan panjang 2,5 KM dan lebar kurang lebih 2,4 KM tersebut tampak keruh dan dipenuhi lumpur. Hal itu diduga akibat aktivitas perusahaan tambang yang aktif mengeruk bukit di sekitar telaga. Adanya sendimentasi itu telah menganggu ekosistem laut dan danau.
“Ini akan berdampak pada aktivitas sosial ekonomi masyarakat Sagea–Kiya, karena telaga tersebut menjadi satu-satunya sumber kehidupan masyarakat Sageya untuk mencari ikan,” ucapnya.
Desa Wailoba Kepulauan Sula baru-baru ini dikagetkan dengan masuknya perusahaan kayu (Illegal Logging) yakni CV. Azzahra Karya. Karena hal tersebut tanpa sepengetahuan masyarakat setempat, setelah informasi itu beredar masyarakat secara mayoritas menolak. Tetapi ada oknom-oknum yang mengupayakan perusahan pengelolahan kayu CV. Azzahra Karya untuk beroperasi. Masyarakat setempat takut, jika CV. Azzahra Karya tetap dipaksakan untuk beroperasi, maka banjir seperti beberapa tahun silam akan terulang kembali.
Gatri juga menyinggung perihal insiden terbakarnya tungku smelter milik PT. IWIP yang membuat 6 orang karyawannya mengalami luka bakar akibat dari insiden tersebut.
“Ini menandakan bahwa pihak perusahaan PT. IWIP tidak memperhatikan keselamatan kerja buruh, sehingga dapat disimpulkan bahwa dampak dari investasi ini sangat merugikan alam dan manusia,” tegas Gatri.
Dalam aksi tersebut, ada beberapa poin tuntutan yang disampaikan, yakni sebagai berikut:
- Cabut izin PT. Zhong Hai Rare Metal Mining dan PT. First Pasific Mining Indonesia serta selamatkan Talaga Yenelo dan Goa Boki Maruru;
- Stop pembuangan limbah tailing yang merusak lingkungan dan membunuh masyarakat;
- Cabut izin CV. Azzahra Karya di Wailoba Mangoli Kabupaten Kepulauan Sula;
- Utamakan K3 buruh dan hentikan produksi tungku I smelter A PT. IWIP tanpa memotong upah;
- Usut tuntas peristiwa pembunuhan terhadap petani di Gowenle–Kali Waci dan selamatkan hutan Halmahera;
- PT. ANTAM harus bertanggungjawab terkait pencemaran di Teluk Mornopo dan selamatkan ruang hidup nelayan;
- Tarik TNI/Polri di kawasan PT. IWIP;
- Cabut Izin Pengelolahan Kayu (IPK) di Hutan Patani;
- Penuhi hak maternitas buruh perempuan, stop kekerasan seksual dan sah-kan RUU PKS;
- Pemerintah–DPR segera membentuk tim investigasi atas ledakan tungku smelter milik PT. IWIP. (ST)