SOFIFI, JAGAMELANESIA.COM – Insiden terbakarnya tungku smelter milik PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) Provinsi Maluku Utara (Malut) ditanggapi serius oleh Pemprov Maluku Utara (Malut) melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Maluku Utara (Malut).
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Berita Acara (BA) Nomor: 560/674/DT-MU/2021 tentang Penghentian/Pelarangan Proses Pekerjaan yang ditandatangani oleh Tim Wasnaker Disnakertrans Malut pada tanggal 16 Juni 2021, serta surat pernyataan dari pihak perusahan yang ditandatangani oleh President Director PT. IWIP, Kevin He Vice.
Dimana dalam pernyataan tersebut, pihak managemen PT. IWIP berjanji untuk melakukan proses sertifikasi alat-alat produksi yang ada di smelter dalam kawasan PT. IWIP sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Maluku Utara (Malut), Ridwan G. Putra Hasan, saat dikonfirmasi tim jagamelanesia.com via WhatsApp, Kamis (17/6), menyampaikan bahwa merujuk pada hasil investigasi dari Tim Wasnaker Disnakertrans Malut, maka PT. IWIP harus memenuhi 5 poin berikut:
Pertama, konsisten dan wajib menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta menerapkan Early Warning System (alat peringatan dini bilamana terjadi kecelakaan) untuk menghindari dan meminimalisir tingkat bahaya kecelakaan bagi pekerja sedini mungkin karena ini menyangkut nyawa manusia.
Kedua, perusahaan wajib menjadikan pekerja sebagai aset utama perusahan, karena tanpa pekerja perusahaan tidak bisa berbuat apa-apa.
Ketiga, konsekuensi terhadap kecelakaan ini harus menjadi tanggung jawab pihak perusahaan sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku sebagaimana amanat UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dimana pekerja yang menjadi korban kecelakaan kerja wajib dipenuhi hak-haknya.
Keempat, untuk menjamin nasib dan hak-hak pekerja maka Pemerintah Daerah juga membutuhkan dukungan dari semua pihak, seperti dari serikat pekerja khususnya ditingkat Pimpinan Unit Kerja (PUK) SPSI PT. IWIP, baik dari segi informasi maupun komunikasi yang baik, sehingga kasus-kasus seperti ini bisa diminimalisir sedini mungkin karena yang menjadi korban adalah para pekerja yang merupakan bagian dari anggota serikat pekerja itu sendiri.
Kelima, pada prinsipnya sanksi yang diberikan kepada PT. IWIP tersebut bukan dimaksudkan untuk menghambat investasi di Maluku Utara, tetapi justru memberi peringatan agar investasi tidak terhambat hanya karena perusahaan tidak concern serta mengabaikan aturan norma kerja dan K3. (ST)