JAGAMELANESIA.COM – Tim Kerja (Timja) Otsus Papua DPD RI menyampaikan sejumlah pandangan terhadap draft Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Melalui keterangan tertulis yang diterima jagapapua.com pada Kamis (17/6), secara umum Timja Otsus DPD RI memandang bahwa pembahasan perubahan kedua atas UU Otsus tersebut tidak hanya terbatas pada 3 pasal.
“DPD RI berpandangan bahwa pembahasan Perubahan Kedua Atas Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebaiknya tidak hanya dibatasi pada 3 (tiga) Pasal sebagaimana draft yang disampaikan. Pembatasan pembahasan RUU dikhawatirkan akan menghambat upaya-upaya perbaikan tata kelola Otonomi Khusus Papua melalui penyempurnaan regulasi Otonomi Khusus yang sejatinya tidak hanya sebatas pada tiga Pasal saja,” bunyi pandangan Timja DPD RI.
Atas dasar di atas, DPD RI mengusulkan lima kerangka yang akan menjadi dasar dalam pembahasan revisi tersebut, antara lain: pertama, pengakuan dan penyerahan kewenangan dalam kerangka Otonomi Khusus khususnya kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kedua, struktur dan tata kelola keuangan Otonomi Khusus khususnya yang berkaitan dengan struktur, kelembagaan, dan hubungan provinsi dan kabupaten/kota.
Ketiga, sumber pembiayaan Otonomi Khusus yang terintegrasi ke dalam satu sumber pembiayaan yakni Otonomi Khusus, tidak seperti kondisi eksisting dimana terdapat pembiayaan dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), dan sumber dana lainnya. Keempat, sinkronisasi dan harmonisasi perangkat kebijakan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang selama ini masih tumpang tindih, dan kelima, penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Selain itu, terhadap draft perubahan kedua atas UU Otsus Papua, DPD RI menyampaikan beberapa masukan, yaitu (1) Merekonstruksi kembali konsideran menimbang dengan mensistematisir penyusunannya melalui penegasan terhadap landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. (2) Memasukkan Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945 di dalam konsideran mengingat. (3) Pasal 1 angka 1 RUU, memastikan bahwa perumusan definisi dan istilah tidak bertentangan dengan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara lebih rinici masukan keempat (4) berkaitan dengan Pasal 34 RUU, DPD RI meminta adanya pembahasan lebih lanjut berkaitan dengan:
(1) Skema pendanaan Dana Otonomi Khusus secara lebih berkeadilan dengan tetap memperhatikan kekhususan bagi Orang Asli Papua (afirmasi);
(2) Penguatan kapasitas kelembagaan dan pengawasan yang lebih efektif;
(3) Mempertegas bentuk dan pola pengawasan, pembinaan, dan pengelolaan Otonomi Khusus;
(4) Efektifitas pengaturan bagi hasil migas dengan Perdasus; dan
(5) Pengaturan lebih lanjut pengawasan, pembinaan, dan pengelolaan dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya, pada masukan kelima (5) tentang Pasal 76 RUU, DPD RI meminta adanya pembahasan lebih lanjut mengenai: pertama berkaitan dengan kriteria mengenai pemekaran Provinsi di Papua. Kedua, berkaitan dengan pembiayaan, dan ketiga tentang bentuk keterlibatan MRP dan DPRP dalam pemekaran. (UWR)