JAGAMELANESIA.COM – Puluhan organisasi bereaksi terhadap penangkapan Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Victor Yeimo pada Minggu (9/5) lalu. Victor diketahui termasuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 2019. Ia disangka melakukan makar dan atau menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat.
Puluhan organisasi tersebut antara lain AJAR (Asia Justuce and Rights), AIDP (Aliansi Demokrasi untuk Papua), AMAN Sorong Raya, Amnesty International Indonesia, Federasi KontraS, FRI-West Papua, Forum Independen Mahasiswa West Papua, Forum Intelektual Tambrauw Cinta Damai, GARDA Papua dan Greenpeace Indonesia.
Adapun organisasi lainnya adalah JERAT Papua, KPKC Sinode GKI di Tanah Papua, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), LBH Papua, LP3BH Manokwari, PapuaItuKita, PAHAM Papua, Paritas Institute, Perkumpulan Belantara Papua, SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network), SKP Keuskupan Timika, SKPKC Fransiscan Papua, WALHI EKNAS, WALHI Papua, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Yayasan Satu Keadilan.
Organisasi-organisasi tersebut menganggap penangkapan dan pemidanaan, lewat pasal-pasal makar yang represif (seperti Pasal 106 dan 110 dari KUHP), terhadap aktivis KNPB (Komite Nasional Papua Barat) merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan juga menjadi penghalang besar dari suatu solusi damai politik akan masalah Papua yang terus memburuk belakangan ini. Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban Hak Asasi Manusia (HAM) untuk bisa membedakan ancaman kekerasan dari kelompok pro-kemerdekaan bersenjata, yang bisa direspon dengan pemidanaan, dengan ekspresi politik damai yang dilindungi oleh norma dan standar hukum HAM internasional yang telah diakui oleh Indonesia sendiri, khususnya ketika meratifkasi Kovenan International Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Kumpulan organisasi diatas menganggap pemidanaan terhadap Victor Yeimo dilandaskan pada motivasi politik pemerintah yang terus gagal menyelesaikan akar masalah konflik di Papua, seperti salah satunya menuntaskan praktik rasisme terhadap rakyat Papua baik yang dilakukan oleh aparat negara maupun warga lain yang intoleran. Menyalahkan Victor Yeimo dan kawan- kawan aktivis politik Papua lainnya atas beberapa aksi kerusuhan dan kekerasan di kota-kota Papua pasca insiden-insiden rasisme Agustus 2019 di Jawa tidak hanya keliru, tetapi juga kontra produktif untuk meredam ketegangan politik di Tanah Papua.
Semua organisasi yang tergabung diatas menyerukan pembebasan Victor Yeimo segera dan tanpa syarat. Sambil menunggu pembebasan tanpa syarat tersebut, mereka mendesak Kepolisian Daerah Papua untuk memastikan tidak ada praktek penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya terhadap Victor Yeimo dan menjamin kesehatan mental dan raganya tetap utuh di masa masih berlangsungnya Pandemi COVID-19. Polda Papua juga harus membuka akses seluas-luasnya bagi para pendamping hukum atau kerabat dari Victor Yeimo. Perlakuan aparat Polda Papua terhadap Victor Yeimo akan terus dipantau oleh organisasi-organisasi HAM baik tingkat Papua, nasional, maupun internasional. Sudah berulang kali Pemerintah Indonesia diperingatkan oleh komunitas dan organisasi HAM internasional untuk tetap mengimplementasikan standar-standar HAM internasional secara ketat meski dalam situasi harus menghadapi gangguan keamanan dan ketertiban dari serangan kelompok-kelompok bersenjata.
Setiap organisasi tersebut mengakui bahwa terdapat gangguan dan ancaman keamanan dari kelompok bersenjata pro-kemerdekaan Papua, tetapi dokumentasi dan monitoring dari organisasi-organisasi HAM menunjukan seringkali respon dari aparat keamanan, baik itu aparat Kepolisian, personel militer, maupun dinas intelejen bersifat berlebihan dan selalu menikmati impunitas bila terjadi pelanggaran HAM. Aparat keamanan Indonesia sejauh ini banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM serius terhadap warga Papua dengan dalih melawan gerakan separatisme. Menetapkan kelompok bersenjata pro-kemerdekaan sebagai organisasi teroris juga merupakan contoh kebijakan negara yang berlebihan.
Organisasi-organisasi tersebut tidak mengambil posisi partisan dari suatu solusi politik terhadap status Papua atau provinsi lainnya di Indonesia, tetapi menggangap – sesuai dengan standar-standar HAM internasional–segala aspirasi politik damai tentang Papua merupakan kebebasan berekspresi dan berfikir. Bila Indonesia masih mengklaim sebagai negara yang demokratis dan menghormati HAM, pembebasan segera Victor Yeimo menjadi hal yang wajib dan segera mengakhiri semua bentuk pendekatan keamanan, menghentikan penangkapan tanpa prosedur. Negara hendaknya hadir memberi rasa keadilan, rasa damai dan menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua.