BerandaHukumMuchtar Pakpahan Tegaskan Kembali Permohonan Uji UU Cipta Kerja

Muchtar Pakpahan Tegaskan Kembali Permohonan Uji UU Cipta Kerja

JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (21/4/2021) siang. Para Pemohon Perkara 109/PUU-XVIII/2020 ini adalah Ketua Umum DPP (Konfederasi) Sertifikat Buruh Sejahtera Indonesia Audiensi, Muchtar Bebas Pakpahan dan Sekjen DPP (Konfederasi) Sertifikat Buruh Sejahtera Indonesia Audiensi, Vindra Whindalis.

Dalam perbaikan permohonan, melalui Agus Supriadi dkk selaku tim kuasa hukum Pemohon, para Pemohon kembali menegaskan delapan materi yang dianggap bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28D Ayat (2) dan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Terutama materi mengenai menjadi buruh kontrak selama bekerja, para Pemohon lebih merinci penjelasan mengenai arti buruh selama bekerja. Misalnya, terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam perbaikan permohonan, para Pemohon menegaskan terkait penghapusan Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bahwa dengan dihapusnya Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut, mengakibatkan tidak ada lagi pembatasan masa waktu status buruh kontrak atau PKWT. Para Pemohon kembali menegaskan agar sistem outsourcing tidak diberlakukan di Indonesia.

“Pada masa lalu, buruh kontrak sudah ada. Bung Karno bahkan menyebut, buruh kontrak sebagai penghisapan darah oleh manusia terhadap manusia. Sistem ini menurut Bung Karno, adalah anak kandung kapitalis imperialis yang harus dihapus dari muka bumi Indonesia,” ujar Agus Supriadi kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Sebelumnya Para Pemohon mendalilkan, terdapat sekurang-kurangnya 8 materi Bab IV tentang Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja yang bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28D Ayat (2) dan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang secara langsung dan tidak langsung merugikan hak konstitusional Pemohon. Bab IV tersebut mencabut, menambah dan mengubah beberapa pasal dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ada sejumlah materi dalam Bab IV tersebut, yang para Pemohon anggap bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28D Ayat (2) dan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, antara lain menjadi buruh kontrak selama bekerja, memberlakukan sistem alih daya (outsourcing) di semua bidang kerja, hilangnya jaminan perlindungan upah, dalam hal pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pesangon, materi yang diatur dalam pasal tidak berhubungan dengan penjelasan pasal.

Dalam petitum, para Pemohon meminta Mahkamah agar menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh Pemohon. Kemudian menyatakan Pasal 81 angka 15, Pasal 59 Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Bab IV Ketenagakerjaan atau Klaster Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Selain itu, para Pemohon meminta Mahkamah agar menyatakan Pasal 81 angka 18, Pasal 64, Pasal 81 angka 19, Pasal 65, Pasal 81 angka 26, Pasal 89, Pasal 81 angka 27, Pasal 90 dan Pasal 81 angka 37, Pasal 151 Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Bab IV Ketenagakerjaan atau Klaster Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945.

Selanjutnya, para Pemohon meminta agar penjelasan Pasal 81 angka 42, Pasal 154A ayat (2) tidak berhubungan dengan yang dijelaskan dalam materi yang diatur dalam Pasal 81 angka 42, serta Pasal 154A ayat (2) Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Bab IV Ketenagakerjaan atau Klaster Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945.

Sumber: MK RI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru