JAKARTA, JAGAMELANESIA.COM – Kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan telah terjadi tepat empat tahun lalu pada 11 April 2017. Akan tetapi hingga kini pemerintah dinilai belum mampu mengungkap aktor intelektual sebagai dalang di balik insiden penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Dalam perkembangannya, setelah mendapatkan desakan dari publik, Polisi hanya dapat mengungkap 2 (dua) pelaku lapangan dan tidak mampu menyentuh aktor perencana/intelektual dari peristiwa tersebut hingga sekarang. Hal itu membuat tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur menyebut pihak berwenang tidak mampu mengungkap dalang dari tindakan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
“Tidak diungkapnya aktor intelektual ini telah menjadi warisan teror tak terputus dan mengancam siapapun yang bekerja untuk publik ke depan. Penuntasan kasus Novel Baswedan adalah simbol kesungguhan negara melawan korupsi. Pengungkapan dalang kasus Novel adalah bagian penting dari penegakkan keadilan di negeri ini,” ungkap Isnur melalui keterangannya pada Minggu (11/4) lalu.
Berdasarkan laporan Komnas HAM tahun 2018, peristiwa yang dialami Novel Baswedan diduga melibatkan pihak-pihak yang berperan sebagai perencana, pengintai dan pelaku kekerasan. Selain itu TPF Polri juga meyakini serangan tersebut tidak terkait masalah pribadi tapi berhubungan dengan pekerjaan Novel Baswedan sebagai penyidik KPK.
Isnur menilai bahwa proses peradilan yang telah dilaksanakan justru terkesan berjalan tidak benar. Menurutnya, pihak jaksa bersikap seolah menutupi aktor intelektual dan sama sekali tidak menjadi representasi negara yang mewakili korban.
“Meskipun proses peradilan terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette sudah dilakukan, sejak awal kami memandang proses peradilan tersebut bukanlah proses peradilan yang benar dan diduga dimaksudkan untuk gagal (intended to fail). Hal itu tampak dari berbagai kejanggalan persidangan yang timbul, mulai dari dakwaan Jaksa yang menutup aktor intelektual, JPU terlihat tidak menjadi representasi negara yang mewakili korban, Majelis Hakim terlihat pasif dan tidak objektif mencari keadilan, para terdakwa didampingi kuasa hukum dari Mabes Polri, adanya dugaan manipulasi barang bukti persidangan, dihilangkannya alat bukti saksi dalam berkas persidangan hingga putusan pidana yang amat ringan,” jelasnya.
Isnur menyebut bahwa ia bersama tim Advokasi Novel Baswedan telah mengajukan laporan kepada Ombudsman terkait kasus yang menimpa Novel. Akan tetapi, upaya tersebut hingga kini juga belum menemui kemajuan.
“Bahwa dari berbagai keganjilan tersebut, kami telah melakukan upaya hukum dengan mengajukan pelaporan ke Ombudsman Republik Indonesia mengenai dugaan maladministrasi yang diduga dilakukan Irjen. Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho selaku Kadivkum Mabes Polri yang memberikan pendampingan hukum kepada kedua pelaku. Namun dari pelaporan tersebut belum ada kemajuan yang signifikan,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa Ombudsman RI dalam keterangan tertulisnya pada 20 Januari 2021 perihal permintaan klarifikasi lanjutan yang ditembuskan kepada tim Advokasi Novel telah mengajukan klarifikasi dan menghubungi Irwasum Mabes Polri tetapi tidak ada tanggapan.
Selain itu Isnur dan tim juga telah mengajukan permohonan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat kepada Kapolri atas tindak pidana yang dilakukan kedua pelaku terhadap Novel Baswedan, namun tidak ada jawaban. Terkait tidak dijawabnya permohonan tersebut, ia mengajukan permohonan informasi kepada Kadiv. Humas Mabes Polri mengenai apakah kedua pelaku sudah diberhentikan dari institusi kepolisian atas kejahatan yang sudah dilakukannya. Namun permohonan informasi kami ini belum dijawab sebagaimana mestinya.
Lebih lanjut, menurutnya meski kedua pelaku lapangan sudah diadili, Mabes Polri masih memiliki kewajiban untuk menuntaskan kasus ini hingga dapat menyentuh aktor intelektualnya. Kapolri Listyo Sigit yang sebelumnya menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri juga pernah berjanji untuk menuntaskan kasus Novel Baswedan. Kapolri harus mengakhiri kultur impunitas atas serangan terhadap pembela hak asasi manusia di Indonesia dan membuktikan janjinya untuk menciptakan penegakan hukum yang mengedepankan rasa keadilan bagi masyarakat.
“Kegagalan Kapolri mengungkap tuntas kasus ini harus dibaca sebagai kegagalan pemerintahan Presiden Jokowi memberikan perlindungan hukum yang adil bagi pekerja anti korupsi,” tegasnya. (UWR)