TERNATE, JAGAMELANESIA.COM – Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pemerintah Sosial (GAMHAS) Maluku Utara (Malut), Kamis (1/4), menggelar Gerakan Deklarasi “Maluku Utara Krisis Iklim”. Aksi unjuk rasa ini berpusat di depan Kantor Walikota Ternate.
Dalam deklarasi itu, Ketua GAMHAS Malut, Nursin Gusao, menyampaikan bahwa, aksi ini merupakan bentuk protes kepada Pemerintah Daerah yang hingga kini sering abai terhadap masalah lingkungan dan lebih mendahulukan kepentingan dari Pemerintah Pusat.
Menurut Nursin, lebih dari satu dekade ini, Malut nyaris menjadi pusat tumpuan kepentingan dari Pemerintah Pusat yang sewenang-wenang memberikan legitimasi atas pemodal.
“Pemerintah telah mengalihkan pola ekonomi yang sepenuhnya dibebankan kepada alam. Hal tersebut kemudian berdampak pada kelangsungan alam. Belum lagi krisis lingkungan. Ini tak lain merupakan akibat dari aktivitas reklamasi perusahaan tambang dan kelapa sawit yang menjadi prioritas negara (pemerintah) dalam menggenjot sektor ekonomi semata,” ujarnya.
Sementara Orator yang lain, Rifki Anwar, mengatakan, hal ini bukan tanpa alasan, pemerintah wajib mematuhi Perjanjian Paris pada 2016 lalu di New York Amerika tentang kesepakatan global yang bersejarah dalam menghadapi perubahan iklim.
“Indonesia terutama Malut, yang wilayahnya kepulauan justru lebih rentan dengan adanya pemanasan global dan itu terjadi karena kelalaian negara (pemerintah),” tuturnya.
Rifki menambahkan, pemerintah sering kali menyebut ekonomi ekstensif sebagai pilihan untuk pembangunan nasional, lalu menginvasi wilayah timur dengan ragam investasi ekstraktif .
“Alih-alih untuk ekonomi nasional, nyatanya dampak yang menanti malah tak terkendali. Dengan begitu, sudah tentu lebih dari 2 juta daratan di Malut telah dikuasai oleh pemodal yang didapatkan melalui pemerintah,” ucapnya. (kj)
