SORONG, JAGAMELANESIA.COM – Guna mengatasi banjir yang menjadi momok di Kota Sorong, Balai Wilayah Sungai Papua Barat menggelar Groundbreaking Ceremony, yakni dimulainya pekerjaan pengendalian banjir sungai Remu Kota Sorong, Senin (29/01/2021).
Pengerjaan tersebut diawali dengan peletakkan batu pertama oleh Wakil Menteri PUPR, John Wempi Wetipo, SH.,MH, Gubernur Papua Barat, Drs. Dominggus Mandacan dan Walikota Sorong, Drs. Ec. Lamberthus Jitmau, MM.
Kepala Balai Wilayah Sungai Papua Barat, Alexander Leda, ST.,MT mengungkapkan, secara garis besar, persoalan banjir di sungai remu bermuara dari tiga hal yakni, pertama di hulu ada perubahan tata guna lahan, di badan sungai terjadi penyempitan alur, dimana lebar sungai rata-rata tinggal 20 meter saja.
Dari perhitungan debit banjir, idealnya minimal lebar sungai bagian bawah seharusnya 26 meter. terkait adanya penyempitan di badan sungai remu, pihaknya harus bekerja dengan Revetment bertingkat, tanpa ada ruang jalan inspeksi di kiri dan kanan sungai.
“Dan ini yang sekarang sedang kita usahakan untuk dikerjakan. Kita butuh lebar kira-kira 44 meter,” kata Kepala Balai.
Secara teknis, perlu dibuat revetment bertingkat agar banjir tidak terjadi setiap tahun. Dari perhitungan teknis, periode banjir yang di kerjakan di Sungai Remu, harus diperhitungkan setara dengan debit banjir 25 tahunan dengan kapasitas yang sekarang ada.
Untuk normalisasi Sungai Remu, yang perlu dikerjakan saat ini adalah 400 meter dengan penanganan darurat, dan rencana untuk pekerjaan perkuatan tebing serta revitment ke hilir yakni 1,39 kilometer.
“Kalau berjalan lancar, maka tahun ini Kota Sorong punya 1,7 kilometer saluran sungai yang bagus, dan penataan kawasan yang baik,” sebutnya.
Diakui, pengerjaan ini sebagai pilot project bagi pihaknyanya untuk mengendalikan banjir secara holistik. Konsep pengendalian banjir pada umumnya ada dua metode struktur yaitu, secara teknis (metode struktur) dan secara non teknis (metode non-struktur).
“Kami berharap pak Walikota dapat menangani pembebasan lahan. Kami tidak bisa jalan kalau lahan belum bebas, jadi saya percaya bapak bisa karena bapak punya pengalaman yang panjang dalam pembebasan lahan,” harap Kepala Balai.
Sementara itu, Walikota Sorong Drs. Ec. Lambert Jitmau MM, mengajak semua pihak untuk bersama-sama membicarakan dan menyelesaikan persoalan, guna membangun negeri ini, khususnya Kota Sorong.
Untuk normalisasi Sungai Remu, kata Walikota, harus dibentuk tim terpadu yang telah diberi SK secara resmi terlebih dahulu. Tim terpadu tersebut akan tugas untuk mendata setiap aset, tanaman tumbuh dan lahan yang terdampak normalisasi sungai Remu.
“Tim ini bertugas membahas mengenai harga satuan dan berapa harga yang harus ditetapkan panitia untuk ganti rugi di lahan yang dikerjakan. Sebelum ganti rugi, masyarakat tidak mungkin merelakan tempat tinggalnya digusur. Mereka harus menerima ganti rugi yang layak terlebih dahulu, sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam SK,” jelas Walikota.
Di tempat yang sama, Gubernur Papua Barat mengatakan, perlu dibentuk tim yang melibatkan semua pihak, baik Kementrian PUPR melalui Badan Wilayah Sungai Provinsi Papua Barat, Organisa Perangkat Daerah terkait pada pemerintah Kota Sorong, para pemerhati baik pembangunan, lingkungan dan alam.
“Untuk membangun Provinsi Papua Barat bukan menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja, tapi menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Papua Barat maupun pemerintah daerah,” tutur Gubernur.
Sambungnya, soal normalisasi sungai Remu, perlu dibicarakan secara bersama, apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, provinsi maupun daerah, sehingga tidak ada hambatan dalam pengerjaannya.
“Untuk pembebasan lahan normalisasi sungai remu menjadi tanggung jawab saya Gubernur Papua Barat dan juga Walikota Sorong. Kita juga harus melibatkan BPN, tim appraisal dan tim independen untuk menilai harga tanah, sehingga bisa disepakati untuk proses pembayaran pembebasan lahan,” ucap Gubernur diakhir sambutan.
Usai itu, Wakil Menteri PUPR mengatakan, penanganan tanah Papua tidak dalam konteks temporer, namun dalam konteks jangka panjang. Oleh karena itu, perlu dibentuk suatu badan yang disebut badan otoritas percepatan pembangunan kesejahteraan Papua dan Papua Barat.
Pekerjaan pengendalian banjir sungai remu, sambungnya, untuk mengurai persoalan banjir yang terjadi di Kota Sorong. Kegiatan tersebut sudah direncanakan sejak lama, namun terhambat soal pelepasan lahan.
Diakui, kotrak proyek pengendalian banjir sungai remu adalah single years. Hal ini disebabkan sebagian lahan belum tuntas, sehingga belum sampai ke tahap kontrak ke multi years.
“Dalam pekerjaan pembangunan infrastruktur, kehadiran negara berguna untuk mendukung pemerintah daerah. Supaya proses pembangunan infrastruktur di Papua Barat, khususnya Kota Sorong bisa berjalan dengan lancar, dibutuhkan kerja sama dari pemerintah daerah soal pembebasan lahan,” ungkap Wakil Menteri PUPR.
Kegiatan ini juga dihadiri anggota DPR RI Komisi V, Pangkoarmada III, Danrem 181 PVT/Sorong, Sekretaris Daerah Kota Sorong, Kapolres Sorong Kota, Kajari Sorong, Anggota DPRD Kota Sorong, para Forkopimda dan tamu undangan lainnya. (Diskominfo Kota Sorong/adr)